Tana Bone (Negeri Bone)
Sekitar abad ke-10 Masehi Bone hanya sebuah wilayah kecil di tepi
Teluk Bone yang Luasnya hanya 4 km2. Letaknya sedikit lebih tinggi dibanding
daerah sekitar sehingga disebut Tanete. Namun pada Zaman La Galigo Bone kuno (purba) berada dalam wilayah
kerajaan Wewangriu.
Bone adalah kata dalam Bahasa Bugis kuno yang berarti Pasir. Karena tanahnya
berpasir warna merah kekuningan, Sehingga lokasi awal berdirinya Kerajaan Bone dalam Bahasa Bugis disebut "Tana Bone" .
Tanah yang berpasir. Sebutan itu berakhir pada zaman Belanda tahun 1940an.
Kota Kawerang
Ketika kerajaan Bone berdiri pada tahun 1330 M. Ada 7 wanua
bergabung manjadi persekutuan yaitu:
1.
Wanua Ponceng
2.
Wanua Tanete ri Attang
3.
Wanua Tanete r Awang
4.
Wanua Ta'
5.
Wanua Macege
6.
Wanua Ujung
7.
Wanua Tibojong
Ketujuh wanua ini bersatu dalam Panji WorongporongE. Bendera
Bintang Tujuh menandakan tujuh negeri dibawah kepemimpinan. Raja Bone pertama
bergelar MatasiLompoE ( Penguasa/penjaga Laut dan tanah ). Tetapi awal
terbentuk kerajaan Bone ada beberapa "Wanua" (persekutuan Klan) lain yang tidak bergabung dan cukup
disegani pada waktu itu seperti Biru, Cellu, dan Majang. Sedang Bukaka atau
Ciung kemungkinan masuk dalam Wanua Tanate ri Awang.
Wanua Tanete awalnya adalah wilayah klan yang tidak terpisah. Namun di masa Ratu Bone ke-10 We Tenri Patuppu berkuasa sebagai "Mangkau Bone", Wanua Tanete di bagi menjadi dua wilayah yaitu Wanua Tanete ri Awang dan ri Attang dan mengangkat status ketujuh kepala Wanua yang disebut "Matoa" menjadi "Arung PituE" atau "Ade' Pitu" dan bertugas sebagai Menteri di Kerajaan Bone.
Kerajaan ini mulai membangun
wilayahnya dengan ber-Ibu Kota di "Kawerang" yang letaknya di wilayah Wanua Tanete ri Attang, Di tepi
sungai Bone. Sungai tersebut ramai digunakan oleh penduduk Bone sebagai alur
transportasi penting untuk menghubungkan wanua-wanua lain. Hulunya ada dua dekat
Anrobiring di Palakka dan Palengoreng sedang muaranya di Toro Teluk Bone.
Kota Kawerang sebagai pusat pemerintahan berasal dari nama
tumbuhan "Awerang" yang banyak tumbuh disekitar sungai Bone (Sekarang terletak di
jalan ManurungE). Awerang adalah sejenis ilalang dan senang tumbuh pada tanah lembab dan
berair. Tingginya kurang lebih 2 meter. Mempunyai bunga jambul putih. Karena
dominan tumbuh di daerah tersebut penduduk menyebut "kampong (kampung) Kawerang" berasal
dari kata "Engka Awerang". Kemudian berubah sebutan menjadi Kawerang. Sama
dengan kampung-kampung lain seperti Kajuara karena "Engka Ajuara" dan Kading
karena "Engka Ading".
Di kota inilah Istana Raja Bone Pertama ManurungE ri Matajang
berdiri. Istana menghadap sungai (letaknya sekarang diduga sekitar Jalan raya
dibelakang kantor Korem Toddopuli). Dalam lontara dikatakan bahwa istana itu
berdiri dengan cepat sebelum Bulisanya mengering. Bulisa adalah sisa kulit kayu
yang masih basah. Bahkan di tempat ini pulalah 7 Matoa bermusyawarah membentuk
satu ikatan dalam pemerintahan Bone. Sistim pemerintahan ini disebut juga
kawerang sesuai tempat musyawarah dilaksanakan. Sistem Pemerintahan Kawerang masing-masing
Matoa tetap menjadi penguasa di wilayahnya dan sekaligus menjadi dewan
pemerintahan Kerajaan Bone. Dan ini hanya berlangsung sampai Raja Bone 9 La
Pattawe MatinroE Ri Bettung (Bulukumba) kira-kira pada tahun 1569.
Kawerang sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Bone. Luas pada
awalnya hanya sekitar sungai. Kemudian lambat laun berkembang seluruh Wanua
Tanete ri Attang termasuk Wanua Tibojong diseberang sungai. Seiring kemajuan
kerajaan Bone batas wilayah Wanua Tanete ri Attang saat ini diperkirakan adalah
Batas Kantor KOREM membelok ke jalan Tamrin sampai sungai dan jalan ManurungE.
Pada Pemerintahan Raja Bone pertama lebih memfokuskan pada
pembuatan aturan-aturan kemasyarakatan dan penegakan Hukum dan menjalin
hubungan dengan Kerajaan- kerajaan tetangga yang besar dan lebih tua seperti
Kerajaan Awangpone, Pattiro, Palakka, dan Cina sebagai politik "Assiajingeng" untuk meredam kembalinya zaman "Sianre Bale".
Permaisuri Raja Bone pertama adalah
ManurungE Ri Toro dan memiliki empat orang anak, yaitu La Ummasa, We Pattanra Wanua, We
Tenri Salogo dan We Aratiga dan anaknya bernama La Ummasa diangkat sebagai Putra Mahkota.
Pada zaman Raja La Ummasa Raja Bone ke-2 berkuasa (1365-1398).
Kota Kawerang berkembang, baik jumlah penduduk maupun pemukiman sehingga kota
meluas seluruh wilayah Tanete ri Attang dan arah perkembangan kota mulai begeser
ke Wanua Macege sebagai kampung industry pembuatan alat-alat pertanian dan
senjata, utamanya Parang Cege. Parang cege, adalah parang yang bentuknya lebar
. Macege berarti tempat pembuatan parang. Bahan baku besi didatangkan dari
Kelling dekat Lampoko. Raja Bone ke 2 La Umasa yang hobby dan ahli dalam
pembuatan alat senjata dari besi. Mendirikan Istana di wilayah macege sehinggah
ramai penduduk bermukim utamanya dekat kediaman baginda di Lassonrong.
Disekitar sumur lassonrong. Lassonrong berasal dari nama istana raja La Umasa
mempunyai beranda di belakang istana dan istana di kelilingi gundukan tanah
liat diatasnya pagar bambu yang runcing sebagai benteng. Inilah yang disebut
Sonrong. LaSonrong berarti istana yang mempunyai beranda belakang dan pagar
benteng. Diberanda belakang istana tempat malanro atau menempa besi milik
Baginda.
Pada masa pemerintahannya La Ummasa banyak melakukan pengembangan
wilayah baik dengan peperangan maupun dengan cara perkawinan. Baginda
menaklukkan Wanua Biru di selatan, Wanua Cellu di timur dan Wanua Anrobiring
dekat Macege dan juga Wanua Majang. Tahun 1398 Raja La Umasa mangkat dan
dimakamkan di JeppeE. Kampong yang ditumbuhi pohon Jeppe. Pohonnya besar dan
tinggi menjulang. Sekarang wilayah itu sekitar jalan Ahmad Yani Watampone.
Semasa hidupnya La Ummasa bergelar Petta Panre BessiE dan juga bergelar Petta To
Molaiye Panreng (Yang pertama di makamkan) gelar anumerta. Baginda juga yang
pertama bergelar Mangkau. Mengambil tradisi leluhurnya ketika Bone kuno/purba
sebagai bagian dari Kerajaan Wewangriu yang bergelar "Mangkau". La Ummasa mempunyai dua orang anak yang bernama
To Suwalle dan To Salawakkang. Tetapi tidak menjadi pewaris tahta. Justru yang
menggantikan La Ummasa adalah kemanakannya Anak dari Raja Palakka yang bernama La Saliyu
Kerrampeluwa. Raja termudah dalam sejarah Kerajaan Bone.
La Saliyu Kerrampeluwa sebagai Raja Bone ke 3 (1398-1470),
dikisahkan penculikan dirinya ketika masih bayi usia baru beberapa hari atas
perintah Raja Bone La Ummasa untuk menggantikannya karena anak La Ummasa tidak
memenuhi syarat menjadi Raja. Lalu hasil musyawarah Matoa Pitu yang Pantas
menjadi Raja adalah anak Raja Palakka La Pattikkeng sebab Ibunya adalah saudara
La Ummasa anak dari ManurungE Anak Pattola. Hanya antara Raja Palakka La
Pattikkeng dengan Raja Bone masih dalam pertikaian. Itulah sebabnya terjadi
penculikan yang dipimpin oleh To Suwalle dan To Salawakkang. Kisahnya
perjalanan pulang dari Palakka setelah menculik bayi LaSaliyu oleh Sepupunya,
anak dari Laumasa sempat beristirahat disuatu telaga untuk memercikkan air dan
membasuh muka bayi La Saliyu. Bayi itu bergerak bangun (Cokkong) maka
disebutlah sumur itu Lacokkong dan kemudian menjadi tradisi turun temurun
setiap anak Raja yang dilahirkan wajib mandikan air lacokkong.
Masa pemerintahan La Saliyu Kota Kawerang melebar ke
Tanete ri Awang. Karena ditempat itu berdiri Pasar hadiah dari Ayah La Saliyu Raja
Palakka. Pasar tersebut sekarang menjadi Pusat pertokoan di dekat Tanah
BangkalaE sebagai Pusat Kota Watampone . Dan Istana Raja Bone ke 3 La Saliyu
berdiri berdampingan dengan Pasar di depan istana dibuat alun-alun disebut Tanah
BangkalaE. Dahulu berfungsi sebagai tempat berkumpul masyarakat mendengarkan
informasi dari Raja atau Pejabat Istana. Kemudian akhirnya menjadi tempat
pelantikan Raja-Raja Bone yang dimulai dari Raja Bone ke 4 We Banrigau. Tanah
BangkalaE dijadikan pula pusat Bone (Possi Tanah). Maka perkembangan kota
Kawerang meluas mulai Wanua Tante ri Atang, Macege utamanya Lassonrong, Tibojong
dan Wanua Tanete ri Awang disebut To Kawerang maksudnya orang kota. Pusat
pemerintahan Bone. Adapun batas Wanua Tante ri Awang Termasuk taman bunga dan
sampai batas Bukaka dan batas di Laccokkong sekarang.
Ketika Raja Bone La Saliyu masih kanak-kanak, maka kedua
sepupunya melaksanakan pemerintahan dengan tugas masing-masing. To Suwalle bertugas mewakili Raja Bone urusan pemerintahan
kedalam sebagai "Tomarilaleng" pertama Kerajaaan Bone dan To Salawakka bertugas mengatur urusan pemerintahan keluar dan
ini merupakan "MakkedangngE Tana" pertama dari Kerajaan Bone.
Dalam pelaksanaan sehari-hari keduanya dibantu oleh para Matoa
dari tujuh Wanua, setelah menanjak dewasa Raja Lasaliyu mengendalikan
pemerintahan, namun tetap dibantu oleh kedua kakak sepupunya. Pada saat
berangkat berperang atau kunjungan daerah (kerajaan palili)selalu membawa
bendera dan panji WorongporongE dan CellaE juga baginda membagi Bone dalam tiga
wilayah sesuai dengan pembagian bendera yaitu:
Bendera WorongporongE: mambawahi negeri Matajang, Mataangin
(Maroanging), Bukaka, Bukaka tengah (kampong tengngaE), Kawerang , Palengoreng
dan Mallayirang (Mallari) dikordinasi oleh Matoa Matajang.
"CellaE ri Atau" yaitu yang memakai umbul-umbul merah disebelah kanan
dari bendera WorongporoE dipergunakan oleh rakyat dari: Paccing, Tanete (dekat
Palenggoreng), Lemo-Lemo ( Desa Carebbu ), Masalle (dekat Melle), Macege, dan
Belawa (dekat Maccope). Dipimpin oleh To Suwalle digelar Kajao Ciung.
"CellaE ri Abeyo" yaitu Negeri yang memakai umbul merah di sebelah
kiri dari WorongporoE: Araseng, Ujung, Ponceng, Ta’, Katumpi, Padacengnga (Desa
Padaidi dekat Passippo) dan Madello (dekat Desa Mico). Dipimpin oleh To
Salawakka digelar Kajao Araseng.
Dalam Lontara disebutkan bahwa Raja ini menaklukkan Negeri
Pallengoreng (sebelah selatan Biru), Sinri (dekat Majang), Sancoreng (Ponre),
Cerowali, Apala, Bakke Tanete (Cina), Attang Salo (dekat Katumpi), Soga, Lampoko,
Lemoape, Bulu (dekat Cerowali), Parippung, dan Lompu, Limampanuwa ri Lau-Ale.
Dan pada masa itu Palakka disatukan dengan Kawerang. Juga beberapa wanua datang
bergabung secara sukarela. Sehingga kerajaaan-kerajaan tua seperti Cina,
Pattiro, Awangpone, Barebbo dan Palakka sudah bergabung dengan Bone.
Baginda membuat perkampungan di sebelah utara Kawerang dekat
sungai Panyula dan Limpenno (muara sungai dekat Toro) sebagai tempat pelabuhan bagi
perahu-perahu kerajaan di tambatkan bersama tempat tinggal pendayung dan
petugas perahu Raja.
Dari Kota Kawerang Menjadi Lalebbata
Raja Bone ke 6 La Uliyo BoteE (1535-1560) adalah pendiri benteng
kota sekaligus peletak sistim perkotaan yang tangguh sebagai kota yang mandiri
dan modern pada zamannya. Baginda dikenal pandai cermat dalam perencanaan. Pada
masa berkuasa baginda didampingi seorang penasehat terkenal Kajao Laliddong
yang sering dijuluki Lamellong. Kajao Laliddong yang dipercayakan mengarsiteki
sekaligus pimpro dalam pembangunan kolosal membangun benteng Kota. Sehingga ada
ungkapan ceritra rakyat bone bahwa “Cicengmi narenreng tekkengna kajao Laliddong
natepui bentengE”.
Lalebbata Kota Benteng
Benteng atau dalam bahasa bugis Lalebbata ini dibuat dari tanah
liat diambil dari bukit bukaka. Benteng ini rata-rata tingginya 5 meter. Tebal
dinding atas kurang lebih 2 meter dan Tebal dinding bawah (pondasi)15 meter.
Sepanjang dinding luar benteng ditanami pohon bambu dan berbagai jenis pohon
berfungsi untuk menahan dan mengikat tanah benteng. Bahan Pembuatannya diambil
dari sebagian tanah bukaka. Tapi dinding benteng bagian utara dan timur
disamping dari Tanah Liat juga diambil dari tanah disekitar atau didalam
wilayah benteng untuk dijadikan persawahan. Tehnik pada pembangunan benteng
tidak memakai alat perekat tetapi tekhnik sederhana susun timbun yang mengikuti
kontur tanah. Bukan terbuat dari batu merah atau dinding dari batu gunung yang
sudah dipahat. Walau ada sebagian benteng memakai batu utamanya dibagian Pintu
utama keluar. Bentuk benteng Bone awalnya segi empat panjang. Kemudian Raja
berikutnya melakukan penambahan tinggi benteng dan dipertebal dinding benteng
oleh Raja Bone Latenrirawe .Hal inilah nama Kota Kawerang berubah menjadi
Lalebbata. Sesuai bentuk kota yang baru dengan adanya benteng dan meluas hampir
semua wilayah wanua pitu masuk dalam area benteng.
Pada 1630 Raja Lamadderemmeng berkuasa mengalami pelebaran
Benteng sebelah Timur dan Utara dan menambah bastion-bastion dekat
SalekoE.Bentuk sudut benteng melingkar sebagai bastion dan dipasang
meriam-meriam besar. Apalagi suasana politik ketika itu memanas dengan
kebijakan Baginda penghapusan perbudakan.dan Model Benteng berubah dari segi empat
panjang menjadi trapezium.Selain ada pintu Utama Benteng (seppa benteng) juga
disetiap sisi benteng ada pintu-pintu untuk akses masuk bagi penduduk. Benteng
ini dibuat sebagai alat pertahanan juga sebagai pusat pemerintahan. Oleh karena
sumber kekuasaan berada di istana maka keletakan benteng juga berperan untuk
pertahanan pusat-pusat hunian dan sumber daya yang ada disekitarnya
Jejak Benteng
Jika menyelusuri Benteng dimulai dari sudut sebelah selatan
kota, benteng berdiri diatas jalan Kalimantan sekarang terus ke timur melewati
pinggir jalan Kawerang melalui persawahan dekat sungai Bone .Ditempat itu
berdiri bastion. Lalu ke timur lagi dekat jalan Paramuka disebut Diattang
Benteng. Kemudian membelok ke Utara dan disudut benteng itu terdapat Sumur(bubung)
LoppoE digunakan untuk persediaan air bagi prajurit Bone. Keutara benteng
melalui persawahan dekat mesjid jalan Bajoe dan disebut Seppa BentengE. Dan
membelok ke arah barat diatas jalan, pada sudut benteng membulat sebagai
bastion tetapi ada pula pelebaran benteng dekat Salekoe juga berdiri
Bastion-bastion. Diatas jalan menuju Bukaka membelok ke utara kira-kira 200
meter kearah barat menuju bukaka dekat bubung Lagarowang. Komplek kuburan
KalokkoE masuk dalam benteng. Disebut Awang bent Dari Bukaka menuju ke selatan
antara jalan Makmur dengan jalan Benteng adalah bekas benteng dan bertemu di
jalan Kalimantan dekat Kantor Dinas Kesahatan. Benteng-benteng ini hancur
akibat peperangan utamanya dalam perang Bone dengan Belanda. Pada tahun 1920an
benteng-benteng ini umunya diambil tanahnya dijadikan jalan raya seperti bagian
selatan kota Watampone benteng itu dijadikan jalan Kalimantan sekarang dan
begitupula Lapangan Persibo ditimbun dari tanah benteng yang dahulu adalah
persawahan.
Watampone
Ibukota lalebbata kerajaan Bone berakhir tahun 1905. Ketika
Tentara Belanda menaklukkan Bone dengan hasil musyawarah pada tanggal 24
Agustus 1905. Kota Lalebbata berubah menjadi Watampone pada musyawarah Ade Pitu
bersama Hindia Belanda di Bola SubbiE Istana Raja Lapawawoi Karaeng Sigeri.
Istana kebanggaan Kerajaan Bone. Berukir dan besar menghadap Taman Raja atau
sekarang Taman Bunga. Kemudian Istana ini di pindahkan di Makassar dan berdiri
di depan karebosi sebagai tanda penaklukan Bone. Dan kembali ke Bone pada tahun 1922
atas permintaan Rakyat Bone Tetapi sayangnya Istana Bola SubbiE tidak utuh
lagi.
Watampone yang berarti Pusatnya Bone. Zaman pemerintahan Hindia
Belanda Penataan Kota dibangun. Area kota ditata mulai Wilayah ekonomi, Agama
dan pendidikan, pemerintahan dan kalangan bangsawan. Jalan-jalan dibuat, Pohon
Asam dan Kenari ditanam di pinggir jalan. Taman ditata seperti Koning Plein
atau Taman Raja sekarang jadi Taman Bunga. Dan bangunan bangunan berciri
Kolonial didirikan. Istana Raja Bone dibangun untuk menggantikan Istana Bola
SubbiE menjadi Kantor Dewan Adat Pitu(Perpustakaan Daerah sekarang). Yang
dipersiapkan Raja Bone La Mappanyukki pada tahun 1930 (Meseum La Pawawoi
sekarang) Bola Soba dipindahkan di jalan Veteran sebagai markas Marsose dan
didirikan Rumah Pejabat Hindia Belanda dengan sebutan Tuan Petoro
Bottoa (Controler Residen), tangsi-tangsi militer dan juga Rumah Sakit.
Bone telah tiga kali berganti nama Ibukota sejak
tahun 1330 – sampai sekarang. Tetapi penduduknya masih tetap dan senang
menyebut ibukotanya dengan sebutan Bone. Kota Watampone telah menyimpan sejarah
panjang dengan penduduknya tetapi tidak memperlihatkan suatu kota sarat sejarah
masa lalu apalagi sebagai ibukota kerajaan Bugis terbesar. Oleh karena itu
saatnya sekarang bangunan-bangunan tua bersejarah dan situs-situs perlu
dipertahankan dan dilindungi sebagai identitas kota tua.
Sekitar abad ke-10 Masehi Bone hanya sebuah wilayah kecil di tepi
Teluk Bone yang Luasnya hanya 4 km2. Letaknya sedikit lebih tinggi dibanding
daerah sekitar sehingga disebut Tanete. Namun pada Zaman La Galigo Bone kuno (purba) berada dalam wilayah
kerajaan Wewangriu.
Bone adalah kata dalam Bahasa Bugis kuno yang berarti Pasir. Karena tanahnya
berpasir warna merah kekuningan, Sehingga lokasi awal berdirinya Kerajaan Bone dalam Bahasa Bugis disebut "Tana Bone" .
Tanah yang berpasir. Sebutan itu berakhir pada zaman Belanda tahun 1940an.
Kota Kawerang
Ketika kerajaan Bone berdiri pada tahun 1330 M. Ada 7 wanua
bergabung manjadi persekutuan yaitu:
1.
Wanua Ponceng
2.
Wanua Tanete ri Attang
3.
Wanua Tanete r Awang
4.
Wanua Ta'
5.
Wanua Macege
6.
Wanua Ujung
7.
Wanua Tibojong
Ketujuh wanua ini bersatu dalam Panji WorongporongE. Bendera
Bintang Tujuh menandakan tujuh negeri dibawah kepemimpinan. Raja Bone pertama
bergelar MatasiLompoE ( Penguasa/penjaga Laut dan tanah ). Tetapi awal
terbentuk kerajaan Bone ada beberapa "Wanua" (persekutuan Klan) lain yang tidak bergabung dan cukup
disegani pada waktu itu seperti Biru, Cellu, dan Majang. Sedang Bukaka atau
Ciung kemungkinan masuk dalam Wanua Tanate ri Awang.
Wanua Tanete awalnya adalah wilayah klan yang tidak terpisah. Namun di masa Ratu Bone ke-10 We Tenri Patuppu berkuasa sebagai "Mangkau Bone", Wanua Tanete di bagi menjadi dua wilayah yaitu Wanua Tanete ri Awang dan ri Attang dan mengangkat status ketujuh kepala Wanua yang disebut "Matoa" menjadi "Arung PituE" atau "Ade' Pitu" dan bertugas sebagai Menteri di Kerajaan Bone.
Kerajaan ini mulai membangun wilayahnya dengan ber-Ibu Kota di "Kawerang" yang letaknya di wilayah Wanua Tanete ri Attang, Di tepi sungai Bone. Sungai tersebut ramai digunakan oleh penduduk Bone sebagai alur transportasi penting untuk menghubungkan wanua-wanua lain. Hulunya ada dua dekat Anrobiring di Palakka dan Palengoreng sedang muaranya di Toro Teluk Bone.
Wanua Tanete awalnya adalah wilayah klan yang tidak terpisah. Namun di masa Ratu Bone ke-10 We Tenri Patuppu berkuasa sebagai "Mangkau Bone", Wanua Tanete di bagi menjadi dua wilayah yaitu Wanua Tanete ri Awang dan ri Attang dan mengangkat status ketujuh kepala Wanua yang disebut "Matoa" menjadi "Arung PituE" atau "Ade' Pitu" dan bertugas sebagai Menteri di Kerajaan Bone.
Kerajaan ini mulai membangun wilayahnya dengan ber-Ibu Kota di "Kawerang" yang letaknya di wilayah Wanua Tanete ri Attang, Di tepi sungai Bone. Sungai tersebut ramai digunakan oleh penduduk Bone sebagai alur transportasi penting untuk menghubungkan wanua-wanua lain. Hulunya ada dua dekat Anrobiring di Palakka dan Palengoreng sedang muaranya di Toro Teluk Bone.
Kota Kawerang sebagai pusat pemerintahan berasal dari nama
tumbuhan "Awerang" yang banyak tumbuh disekitar sungai Bone (Sekarang terletak di
jalan ManurungE). Awerang adalah sejenis ilalang dan senang tumbuh pada tanah lembab dan
berair. Tingginya kurang lebih 2 meter. Mempunyai bunga jambul putih. Karena
dominan tumbuh di daerah tersebut penduduk menyebut "kampong (kampung) Kawerang" berasal
dari kata "Engka Awerang". Kemudian berubah sebutan menjadi Kawerang. Sama
dengan kampung-kampung lain seperti Kajuara karena "Engka Ajuara" dan Kading
karena "Engka Ading".
Di kota inilah Istana Raja Bone Pertama ManurungE ri Matajang
berdiri. Istana menghadap sungai (letaknya sekarang diduga sekitar Jalan raya
dibelakang kantor Korem Toddopuli). Dalam lontara dikatakan bahwa istana itu
berdiri dengan cepat sebelum Bulisanya mengering. Bulisa adalah sisa kulit kayu
yang masih basah. Bahkan di tempat ini pulalah 7 Matoa bermusyawarah membentuk
satu ikatan dalam pemerintahan Bone. Sistim pemerintahan ini disebut juga
kawerang sesuai tempat musyawarah dilaksanakan. Sistem Pemerintahan Kawerang masing-masing
Matoa tetap menjadi penguasa di wilayahnya dan sekaligus menjadi dewan
pemerintahan Kerajaan Bone. Dan ini hanya berlangsung sampai Raja Bone 9 La
Pattawe MatinroE Ri Bettung (Bulukumba) kira-kira pada tahun 1569.
Kawerang sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Bone. Luas pada
awalnya hanya sekitar sungai. Kemudian lambat laun berkembang seluruh Wanua
Tanete ri Attang termasuk Wanua Tibojong diseberang sungai. Seiring kemajuan
kerajaan Bone batas wilayah Wanua Tanete ri Attang saat ini diperkirakan adalah
Batas Kantor KOREM membelok ke jalan Tamrin sampai sungai dan jalan ManurungE.
Pada Pemerintahan Raja Bone pertama lebih memfokuskan pada
pembuatan aturan-aturan kemasyarakatan dan penegakan Hukum dan menjalin
hubungan dengan Kerajaan- kerajaan tetangga yang besar dan lebih tua seperti
Kerajaan Awangpone, Pattiro, Palakka, dan Cina sebagai politik "Assiajingeng" untuk meredam kembalinya zaman "Sianre Bale".
Permaisuri Raja Bone pertama adalah ManurungE Ri Toro dan memiliki empat orang anak, yaitu La Ummasa, We Pattanra Wanua, We Tenri Salogo dan We Aratiga dan anaknya bernama La Ummasa diangkat sebagai Putra Mahkota.
Permaisuri Raja Bone pertama adalah ManurungE Ri Toro dan memiliki empat orang anak, yaitu La Ummasa, We Pattanra Wanua, We Tenri Salogo dan We Aratiga dan anaknya bernama La Ummasa diangkat sebagai Putra Mahkota.
Pada zaman Raja La Ummasa Raja Bone ke-2 berkuasa (1365-1398).
Kota Kawerang berkembang, baik jumlah penduduk maupun pemukiman sehingga kota
meluas seluruh wilayah Tanete ri Attang dan arah perkembangan kota mulai begeser
ke Wanua Macege sebagai kampung industry pembuatan alat-alat pertanian dan
senjata, utamanya Parang Cege. Parang cege, adalah parang yang bentuknya lebar
. Macege berarti tempat pembuatan parang. Bahan baku besi didatangkan dari
Kelling dekat Lampoko. Raja Bone ke 2 La Umasa yang hobby dan ahli dalam
pembuatan alat senjata dari besi. Mendirikan Istana di wilayah macege sehinggah
ramai penduduk bermukim utamanya dekat kediaman baginda di Lassonrong.
Disekitar sumur lassonrong. Lassonrong berasal dari nama istana raja La Umasa
mempunyai beranda di belakang istana dan istana di kelilingi gundukan tanah
liat diatasnya pagar bambu yang runcing sebagai benteng. Inilah yang disebut
Sonrong. LaSonrong berarti istana yang mempunyai beranda belakang dan pagar
benteng. Diberanda belakang istana tempat malanro atau menempa besi milik
Baginda.
Pada masa pemerintahannya La Ummasa banyak melakukan pengembangan
wilayah baik dengan peperangan maupun dengan cara perkawinan. Baginda
menaklukkan Wanua Biru di selatan, Wanua Cellu di timur dan Wanua Anrobiring
dekat Macege dan juga Wanua Majang. Tahun 1398 Raja La Umasa mangkat dan
dimakamkan di JeppeE. Kampong yang ditumbuhi pohon Jeppe. Pohonnya besar dan
tinggi menjulang. Sekarang wilayah itu sekitar jalan Ahmad Yani Watampone.
Semasa hidupnya La Ummasa bergelar Petta Panre BessiE dan juga bergelar Petta To
Molaiye Panreng (Yang pertama di makamkan) gelar anumerta. Baginda juga yang
pertama bergelar Mangkau. Mengambil tradisi leluhurnya ketika Bone kuno/purba
sebagai bagian dari Kerajaan Wewangriu yang bergelar "Mangkau". La Ummasa mempunyai dua orang anak yang bernama
To Suwalle dan To Salawakkang. Tetapi tidak menjadi pewaris tahta. Justru yang
menggantikan La Ummasa adalah kemanakannya Anak dari Raja Palakka yang bernama La Saliyu
Kerrampeluwa. Raja termudah dalam sejarah Kerajaan Bone.
La Saliyu Kerrampeluwa sebagai Raja Bone ke 3 (1398-1470),
dikisahkan penculikan dirinya ketika masih bayi usia baru beberapa hari atas
perintah Raja Bone La Ummasa untuk menggantikannya karena anak La Ummasa tidak
memenuhi syarat menjadi Raja. Lalu hasil musyawarah Matoa Pitu yang Pantas
menjadi Raja adalah anak Raja Palakka La Pattikkeng sebab Ibunya adalah saudara
La Ummasa anak dari ManurungE Anak Pattola. Hanya antara Raja Palakka La
Pattikkeng dengan Raja Bone masih dalam pertikaian. Itulah sebabnya terjadi
penculikan yang dipimpin oleh To Suwalle dan To Salawakkang. Kisahnya
perjalanan pulang dari Palakka setelah menculik bayi LaSaliyu oleh Sepupunya,
anak dari Laumasa sempat beristirahat disuatu telaga untuk memercikkan air dan
membasuh muka bayi La Saliyu. Bayi itu bergerak bangun (Cokkong) maka
disebutlah sumur itu Lacokkong dan kemudian menjadi tradisi turun temurun
setiap anak Raja yang dilahirkan wajib mandikan air lacokkong.
Masa pemerintahan La Saliyu Kota Kawerang melebar ke
Tanete ri Awang. Karena ditempat itu berdiri Pasar hadiah dari Ayah La Saliyu Raja
Palakka. Pasar tersebut sekarang menjadi Pusat pertokoan di dekat Tanah
BangkalaE sebagai Pusat Kota Watampone . Dan Istana Raja Bone ke 3 La Saliyu
berdiri berdampingan dengan Pasar di depan istana dibuat alun-alun disebut Tanah
BangkalaE. Dahulu berfungsi sebagai tempat berkumpul masyarakat mendengarkan
informasi dari Raja atau Pejabat Istana. Kemudian akhirnya menjadi tempat
pelantikan Raja-Raja Bone yang dimulai dari Raja Bone ke 4 We Banrigau. Tanah
BangkalaE dijadikan pula pusat Bone (Possi Tanah). Maka perkembangan kota
Kawerang meluas mulai Wanua Tante ri Atang, Macege utamanya Lassonrong, Tibojong
dan Wanua Tanete ri Awang disebut To Kawerang maksudnya orang kota. Pusat
pemerintahan Bone. Adapun batas Wanua Tante ri Awang Termasuk taman bunga dan
sampai batas Bukaka dan batas di Laccokkong sekarang.
Ketika Raja Bone La Saliyu masih kanak-kanak, maka kedua
sepupunya melaksanakan pemerintahan dengan tugas masing-masing. To Suwalle bertugas mewakili Raja Bone urusan pemerintahan
kedalam sebagai "Tomarilaleng" pertama Kerajaaan Bone dan To Salawakka bertugas mengatur urusan pemerintahan keluar dan
ini merupakan "MakkedangngE Tana" pertama dari Kerajaan Bone.
Dalam pelaksanaan sehari-hari keduanya dibantu oleh para Matoa
dari tujuh Wanua, setelah menanjak dewasa Raja Lasaliyu mengendalikan
pemerintahan, namun tetap dibantu oleh kedua kakak sepupunya. Pada saat
berangkat berperang atau kunjungan daerah (kerajaan palili)selalu membawa
bendera dan panji WorongporongE dan CellaE juga baginda membagi Bone dalam tiga
wilayah sesuai dengan pembagian bendera yaitu:
Bendera WorongporongE: mambawahi negeri Matajang, Mataangin
(Maroanging), Bukaka, Bukaka tengah (kampong tengngaE), Kawerang , Palengoreng
dan Mallayirang (Mallari) dikordinasi oleh Matoa Matajang.
"CellaE ri Atau" yaitu yang memakai umbul-umbul merah disebelah kanan
dari bendera WorongporoE dipergunakan oleh rakyat dari: Paccing, Tanete (dekat
Palenggoreng), Lemo-Lemo ( Desa Carebbu ), Masalle (dekat Melle), Macege, dan
Belawa (dekat Maccope). Dipimpin oleh To Suwalle digelar Kajao Ciung.
"CellaE ri Abeyo" yaitu Negeri yang memakai umbul merah di sebelah
kiri dari WorongporoE: Araseng, Ujung, Ponceng, Ta’, Katumpi, Padacengnga (Desa
Padaidi dekat Passippo) dan Madello (dekat Desa Mico). Dipimpin oleh To
Salawakka digelar Kajao Araseng.
Dalam Lontara disebutkan bahwa Raja ini menaklukkan Negeri
Pallengoreng (sebelah selatan Biru), Sinri (dekat Majang), Sancoreng (Ponre),
Cerowali, Apala, Bakke Tanete (Cina), Attang Salo (dekat Katumpi), Soga, Lampoko,
Lemoape, Bulu (dekat Cerowali), Parippung, dan Lompu, Limampanuwa ri Lau-Ale.
Dan pada masa itu Palakka disatukan dengan Kawerang. Juga beberapa wanua datang
bergabung secara sukarela. Sehingga kerajaaan-kerajaan tua seperti Cina,
Pattiro, Awangpone, Barebbo dan Palakka sudah bergabung dengan Bone.
Baginda membuat perkampungan di sebelah utara Kawerang dekat
sungai Panyula dan Limpenno (muara sungai dekat Toro) sebagai tempat pelabuhan bagi
perahu-perahu kerajaan di tambatkan bersama tempat tinggal pendayung dan
petugas perahu Raja.
Dari Kota Kawerang Menjadi Lalebbata
Raja Bone ke 6 La Uliyo BoteE (1535-1560) adalah pendiri benteng
kota sekaligus peletak sistim perkotaan yang tangguh sebagai kota yang mandiri
dan modern pada zamannya. Baginda dikenal pandai cermat dalam perencanaan. Pada
masa berkuasa baginda didampingi seorang penasehat terkenal Kajao Laliddong
yang sering dijuluki Lamellong. Kajao Laliddong yang dipercayakan mengarsiteki
sekaligus pimpro dalam pembangunan kolosal membangun benteng Kota. Sehingga ada
ungkapan ceritra rakyat bone bahwa “Cicengmi narenreng tekkengna kajao Laliddong
natepui bentengE”.
Lalebbata Kota Benteng
Benteng atau dalam bahasa bugis Lalebbata ini dibuat dari tanah
liat diambil dari bukit bukaka. Benteng ini rata-rata tingginya 5 meter. Tebal
dinding atas kurang lebih 2 meter dan Tebal dinding bawah (pondasi)15 meter.
Sepanjang dinding luar benteng ditanami pohon bambu dan berbagai jenis pohon
berfungsi untuk menahan dan mengikat tanah benteng. Bahan Pembuatannya diambil
dari sebagian tanah bukaka. Tapi dinding benteng bagian utara dan timur
disamping dari Tanah Liat juga diambil dari tanah disekitar atau didalam
wilayah benteng untuk dijadikan persawahan. Tehnik pada pembangunan benteng
tidak memakai alat perekat tetapi tekhnik sederhana susun timbun yang mengikuti
kontur tanah. Bukan terbuat dari batu merah atau dinding dari batu gunung yang
sudah dipahat. Walau ada sebagian benteng memakai batu utamanya dibagian Pintu
utama keluar. Bentuk benteng Bone awalnya segi empat panjang. Kemudian Raja
berikutnya melakukan penambahan tinggi benteng dan dipertebal dinding benteng
oleh Raja Bone Latenrirawe .Hal inilah nama Kota Kawerang berubah menjadi
Lalebbata. Sesuai bentuk kota yang baru dengan adanya benteng dan meluas hampir
semua wilayah wanua pitu masuk dalam area benteng.
Pada 1630 Raja Lamadderemmeng berkuasa mengalami pelebaran
Benteng sebelah Timur dan Utara dan menambah bastion-bastion dekat
SalekoE.Bentuk sudut benteng melingkar sebagai bastion dan dipasang
meriam-meriam besar. Apalagi suasana politik ketika itu memanas dengan
kebijakan Baginda penghapusan perbudakan.dan Model Benteng berubah dari segi empat
panjang menjadi trapezium.Selain ada pintu Utama Benteng (seppa benteng) juga
disetiap sisi benteng ada pintu-pintu untuk akses masuk bagi penduduk. Benteng
ini dibuat sebagai alat pertahanan juga sebagai pusat pemerintahan. Oleh karena
sumber kekuasaan berada di istana maka keletakan benteng juga berperan untuk
pertahanan pusat-pusat hunian dan sumber daya yang ada disekitarnya
Jejak Benteng
Jika menyelusuri Benteng dimulai dari sudut sebelah selatan
kota, benteng berdiri diatas jalan Kalimantan sekarang terus ke timur melewati
pinggir jalan Kawerang melalui persawahan dekat sungai Bone .Ditempat itu
berdiri bastion. Lalu ke timur lagi dekat jalan Paramuka disebut Diattang
Benteng. Kemudian membelok ke Utara dan disudut benteng itu terdapat Sumur(bubung)
LoppoE digunakan untuk persediaan air bagi prajurit Bone. Keutara benteng
melalui persawahan dekat mesjid jalan Bajoe dan disebut Seppa BentengE. Dan
membelok ke arah barat diatas jalan, pada sudut benteng membulat sebagai
bastion tetapi ada pula pelebaran benteng dekat Salekoe juga berdiri
Bastion-bastion. Diatas jalan menuju Bukaka membelok ke utara kira-kira 200
meter kearah barat menuju bukaka dekat bubung Lagarowang. Komplek kuburan
KalokkoE masuk dalam benteng. Disebut Awang bent Dari Bukaka menuju ke selatan
antara jalan Makmur dengan jalan Benteng adalah bekas benteng dan bertemu di
jalan Kalimantan dekat Kantor Dinas Kesahatan. Benteng-benteng ini hancur
akibat peperangan utamanya dalam perang Bone dengan Belanda. Pada tahun 1920an
benteng-benteng ini umunya diambil tanahnya dijadikan jalan raya seperti bagian
selatan kota Watampone benteng itu dijadikan jalan Kalimantan sekarang dan
begitupula Lapangan Persibo ditimbun dari tanah benteng yang dahulu adalah
persawahan.
Watampone
Ibukota lalebbata kerajaan Bone berakhir tahun 1905. Ketika
Tentara Belanda menaklukkan Bone dengan hasil musyawarah pada tanggal 24
Agustus 1905. Kota Lalebbata berubah menjadi Watampone pada musyawarah Ade Pitu
bersama Hindia Belanda di Bola SubbiE Istana Raja Lapawawoi Karaeng Sigeri.
Istana kebanggaan Kerajaan Bone. Berukir dan besar menghadap Taman Raja atau
sekarang Taman Bunga. Kemudian Istana ini di pindahkan di Makassar dan berdiri
di depan karebosi sebagai tanda penaklukan Bone. Dan kembali ke Bone pada tahun 1922
atas permintaan Rakyat Bone Tetapi sayangnya Istana Bola SubbiE tidak utuh
lagi.
Watampone yang berarti Pusatnya Bone. Zaman pemerintahan Hindia
Belanda Penataan Kota dibangun. Area kota ditata mulai Wilayah ekonomi, Agama
dan pendidikan, pemerintahan dan kalangan bangsawan. Jalan-jalan dibuat, Pohon
Asam dan Kenari ditanam di pinggir jalan. Taman ditata seperti Koning Plein
atau Taman Raja sekarang jadi Taman Bunga. Dan bangunan bangunan berciri
Kolonial didirikan. Istana Raja Bone dibangun untuk menggantikan Istana Bola
SubbiE menjadi Kantor Dewan Adat Pitu(Perpustakaan Daerah sekarang). Yang
dipersiapkan Raja Bone La Mappanyukki pada tahun 1930 (Meseum La Pawawoi
sekarang) Bola Soba dipindahkan di jalan Veteran sebagai markas Marsose dan
didirikan Rumah Pejabat Hindia Belanda dengan sebutan Tuan Petoro
Bottoa (Controler Residen), tangsi-tangsi militer dan juga Rumah Sakit.
Bone telah tiga kali berganti nama Ibukota sejak
tahun 1330 – sampai sekarang. Tetapi penduduknya masih tetap dan senang
menyebut ibukotanya dengan sebutan Bone. Kota Watampone telah menyimpan sejarah
panjang dengan penduduknya tetapi tidak memperlihatkan suatu kota sarat sejarah
masa lalu apalagi sebagai ibukota kerajaan Bugis terbesar. Oleh karena itu
saatnya sekarang bangunan-bangunan tua bersejarah dan situs-situs perlu
dipertahankan dan dilindungi sebagai identitas kota tua.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar