Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari 22, 2017

PELURUSAN SEJARAH ARUNG PALAKKA VS. SULTAN HASANUDDIN

A. LATAR BELAKANG Perang Wajo – Bone adalah salahsatu peristiwa besar pada pertengahan abad-17. Dampak perang antar dua negeri yang terikat dalam persekutuan MattellumpoccoE (Persekutuan Bone, Wajo dan Soppeng) ini menimbulkan efek domino yang memicu peristiwa-peristiwa penting setelahnya, hingga memetakan gejolak politik jazirah Sulawesi sampai abad- 20. Tersebutlah La Maddaremmeng Sultan Ahmad Saleh Petta MatinroE ri Bukaka Arumpone – XIII, seorang raja yang sholeh dan terkenal teguh memegang syariat Islam. Sribaginda yang adalah Mangkau' ri Bone (berdaulat penuh) dalam kedudukannya sebagai raja Bone, dipandang sebagai Amirul Mukminin Tanah Bone. Maka Sribaginda memandang bahwa menanamkan Sara' (syariat) dalam kehidupan pangadereng (adat istiadat) adalah mutlak dalam tata kehidupan Negara dan rakyat Tana Bone. Segala hal yang bertentangan dengan Syariat Islam seperti pemujaan terhadap roh-roh nenek moyang, perjudian, meminum minuman keras dan perbudakan difatwakan har

Priyayi Makassar dalam Legiun Prancis Abad Ke-17

Atas dasar kelas sosial dua bocah Tanah Daeng, Raja Louis XIV bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup dan pendidikan mereka di Prancis. Kisah ini bermula dari sebuah drama di perkampungan Makassar di Ayuthia, Negeri Siam—kini Thailand—pada akhir abad ke-17. Seorang pangeran Makassar, bernama Daeng Mangalle, telah dituduh terlibat dalam persekongkolan muslim yang berencana membunuh Raja Siam. Akhirnya, tuduhan yang belum terbukti itu telah berujung pada tewasnya Daeng Mangalle dan orang-orang Makassar dalam suatu penyerbuan militer atas perintah Sang Raja. Lelaki ningrat asal Makassar itu meninggalkan dua orang anak berusia belasan tahun. Namanya, Daeng Ruru dan Daeng Tulolo. Mungkin karena iba, kantor perwakilan dagang Prancis di Siam memberi kesempatan kedua pangeran malang itu untuk belajar ke Prancis. Pada masa itu pendidikan militer untuk anak lelaki telah menjadi tradisi kebanggan kerajaan-kerajaan Nusantara. Saat itu pelayaran ke Eropa sungguhlah lama. Keduanya be