Dalam banyak literatur keagamaan di berbagai tempat di seluruh dunia, matahari dianggap sebagai objek yang agung, yang dipuja, dan bahkan disembah sejak ribuan tahun lalu. Hal ini wajar untuk dipahami mengingat bahwa matahari terbit setiap pagi, memberikan kehangatan dan penglihatan, menyingkirkan dari rasa takut, dan tanpanya manusia tahu bahwa kehidupan takkan berjalan di bumi. Maka adalah wajar untuk mereka saat itu berpikir bahwa matahari adalah objek yang mempunyai kekuatan superioritas di atas yang lain, sehingga matahari merupakan objek yang dikagumi sepanjang masa. Dari cara berpikir praktis seperti itulah, kemudian lambat laun manusia mempersonifikasikannya sebagai dewa atau jelmaan atau utusan tuhan, karena melihat kapasitas matahari yang sebagai ‘juru selamat manusia’, ‘cahaya bagi dunia’. Dari pemikiran semacam itulah kemudian muncul di berbagai teologi kebudayaan dari berbagai penjuru dunia nama-nama dewa yang teranalogikan dari matahari. Misalkan saja yang termasu
Kehidupan Di Masa Lalu Penuh Dengan Warna. Tidak Selamanya Hidup Seseorang Dipenuhi Kebahagiaan. Susah dan Senang Datang Silih Berganti Menghampiri Hidup Dengan Penuh Teka-Teki. Tergantung Bagaimana Cara Kita Memaknai Hidup. Menjalani Hidup Adalah Guru Yang Mengajarkan Kita Ilmu Secara Otodidak