Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2016

Keunikan konstelasi Razi Bintang & Matahari Serta Pengaruhnya

Dalam banyak literatur keagamaan di berbagai tempat di seluruh dunia, matahari dianggap sebagai objek yang agung, yang dipuja, dan bahkan disembah sejak ribuan tahun lalu. Hal ini wajar untuk dipahami mengingat bahwa matahari terbit setiap pagi, memberikan kehangatan dan penglihatan, menyingkirkan dari rasa takut, dan tanpanya manusia tahu bahwa kehidupan takkan berjalan di bumi. Maka adalah wajar untuk mereka saat itu berpikir bahwa matahari adalah objek yang mempunyai kekuatan superioritas di atas yang lain, sehingga matahari merupakan objek yang dikagumi sepanjang masa. Dari cara berpikir praktis seperti itulah, kemudian lambat laun manusia mempersonifikasikannya sebagai dewa atau jelmaan atau utusan tuhan, karena melihat kapasitas matahari yang sebagai ‘juru selamat manusia’, ‘cahaya bagi dunia’. Dari pemikiran semacam itulah kemudian muncul di berbagai teologi kebudayaan dari berbagai penjuru dunia nama-nama dewa yang teranalogikan dari matahari. Misalkan saja yang termasu

La Temmassonge To Appaweling (1749–1775)

La Temmassonge To Appaweling   nama kecilnya adalah   La Mappasossong . Sebelum diangkat menjadi Mangkau di Bone menggantikan saudaranya   Batari Toja Daeng Talaga , ia telah menjadi Arung Baringeng dan Ponggawa Bone. Disamping itu ia pernah pula menjadi   Tomarilaleng  di Bone pada masa pemerintahan Batari Toja. Dia adalah anak dari La Patau Matanna Tikka MatinroE ri Nagauleng Arumpone yang ke 16 yang menggantikan pamannya La Tenri Tatta MalampeE Gemme’na. Menurut garis keturunannya, dia bukanlah putra mahkota ( anak pattola ) karena ibunya bukan-lah Arung Makkunrai (permaisuri). Oleh karena itu La Temassonge’ hanyalah dipandang sebagi cera’ rimannessaE – sengngengngi ri mallinrungE. Artinya pada kenyataannya dia adalah anak cera’, tetapi sesungguhnya adalah anak sengngeng (putra mahkota). Hal ini terjadi karena hanya dua isteri La Patau Matanna Tikka yang diakui sebagai permaisuri, yakni; We Ummung Datu Larompong dari Luwu dan We Mariama Karaeng Patukangang dari Gowa. Sementara