Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2019

MESIR DI MASA DINASTI FATIMIYYAH & BERDIRINYA DINASTI AYYUBIAH

Mesir merupakan negara di Afrika yang sangat merasakan kekuasaan dinasti Fatimiyyah. Karakteristik khas budaya mereka diteruskan secara turun-temuran kepada penerusnya Ubaydullah al-Mahdi. Meskipun begitu perdebatan dan intrik politik dengan provinsi-provinsi di barat laut Afrika dan Asia Barat membuat Kairo Mesir sulit untuk meletakan jejak sejarahnya di daerah tersebut. Sejarah kebudayaan Mesir, Fatimiyyah dan dinasti-dinasti sebelumnya yaitu dinasti Iksidiyah dan dinasti Thulun merupakan dinasti yang berkebudayaan Arab-Persia. Philip K. Hitti dalam  History of the Arabs  (2005), mengatakan bahwa pada periode Fatimiyyah kebudayaan yang mendominasi pada saat itu yaitu kebudayaan Persia. Terdapat elemen penting yang menjadi perhatian pada periode Abad Pertengahan dan masa modern yaitu orang - orang Kristen Koptik yang terarabkan, populasi tersebut bertahan di bawah kekuasaan rezim ultra-Syiah meskipun masyarakat pada umumnya beraliran Sunni. Melanjutkan dari buku  History of the

DEPOK TANAH WARISAN SAUDAGAR VOC

Penolakannya terhadap politik kompeni,membuat CHASTELEIN membangun koloni sendiri di selatan Batavia . KENDATI sama-sama mendulang kekayaan di Hindia Belanda, Cornelis Chastelein bersilang jalan dengan VOC (maskapai perdagangan Hindia Timur). Pada 1691, Chastelein memutuskan pensiun sebagai saudagar. Dia mengundurkan diri dari kongsi dagang Belanda itu karena menolak politik eksploitasi yang diterapkan Gubernur Jendral Mr. Willem of Outhoorn. Chastelein menyadari bahwa sebuah koloni akan stabil dan makmur apabila penduduknya tidak ditindas. Pada 1695, Chastelein membeli beberapa lahan partikelir di selatan Batavia di antaranya adalah Serengseng (sekarang Lenteng Agung) dan Depok. Tanah di Serengseng dibangun menjadi rumah peristirahatan menikmati masa pensiunnya. Sementara itu, tanah Depok hendak dijadikannya sebagai lahan penghasil produk-produk pertanian.  “Sebagai penguasa tanah Depok, Chastelein ingin mewujudkan cita-cita memerintah dengan pendekatan soft-power dan pen

Sejarah Nama Indonesia

George Samuel Windsor Earl (1813-1865) adalah seorang ahli etnologi Inggris, ia adalah redaktur majalah JIAEA (Journal of The Indian Archipelago and Eastern Asia), sebuah majalah ilmiah tahunan yang terbit tahun 1847.  Majalah JIAEA sendiri dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869) seorang sarjana hukum lulusan Universitas Edinburgh dan berkebangsaan Skotlandia. Di terbitan JIAEA tahun 1850, Earl menulis artikel berjudul “On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations” dan menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama yang unik, sebab penyebutan ‘Hindia’ kerap rancu dengan ‘India’. Earl menyarankan penggunaan nama Malayunesia sebagai pengganti nama Hindia-Belanda sebab sangat tepat untuk ras Melayu apalagi bahasa Melayu lazim digunakan di wilayah kepulauan tersebut, sementara Indunesia lebih tepat digunakan untuk wilayah Srilanka (Ceylon) dan Maladewa yang secara genetik

PENYEBAB DEMAK MENYERANG MAJAPAHIT

Penyerangan Demak ke Majapahit yang mengakibatkan runtuhnya Kerajaan Majapahit tentu ada sebab-sebabnya. Namun berhubung sumber sejarah yang menceritakan perang antara Demak dan Majapahit tidak hanya satu maka sebab-sebanyapun berbeda-beda. Menurut Prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya Giriwardana mengaku bahwa ia telah mengalahkan Bre Kertabhumi (Brawijaya V) dan ia memindahkan Ibu Kota Majapahit ke Daha (Kediri) (Abimayu, 217 hlm 293). Sumber sejarah ini menginformasikan bahwa pada Tahun 1478 Majapahit yang kala itu diperintah oleh Bre Kertabumi  yang juga merupakan ayah Raden Patah dikudeta oleh Raja Bawahannya dari Daha sehingga menyebabkan Trowulan Jatuh, sehingga selanjutnya Ranawijaya mengangkat diri menjadi Raja Majapahit (Brawijaya VI). Kudeta yang dilancarkan Ranawijaya membuat murka Raden Patah yang merupakan keturunan dari Bre Kertabhumi, dari itulah dikemudian hari Demak memproklamirkan kemerdekaannya untuk kemudian menyerang Majapahit yang kala itu beribukota di Daha.