Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2016

SEJARAH GELAR ANDI DI KALANGAN BUGIS-MAKASSAR-MANDAR

Jangan Sebut Abu-Abu itu Hitam, Meski ia tak Putih 23 September 2015 | Posted In :  Berita ,  Budaya ,  Profil ,  Resensi ,  Sejarah Jadi, gelar ANDI adalah inisiasi dari bangsawan Sulawesi Selatan sendiri untuk memperjelas strata yang semakin rumit seiring perkawinan silang kaum bangsawan dengan masyarakat umum. Sebelumnya, gelar La/We/Daeng jamak digunakan. Hingga tahun 1850an mulai digunakan gelar Baso/Besse lalu Ambo/Indo. Akhir 1880an dan awal 1900an digunakan gelar BAU dan terakhir digunakan gelar ANDI ditahun 1930an. Tanggapan atas tulisan saudara Eko Rusdianto dengan judul “Asal-Usul Gelar Andi di Sulawesi Selatan” di http://historia.id/modern/asal-usul-gelar-andi-di-sulawesi-selatan Pada dasarnya, kita patut mengapresiasi setiap tulisan, apalagi melewati proses kajian dan riset, yang bertema budaya. Betapa tidak, di zaman sekarang, sangat jarang orang yang mau memikirkan budayanya sendiri. Apalagi mengeksplorasi budayanya dalam bentuk tulisan. Namun terlepas

Rumah Tradisonal Adat Bugis

      Rumah tradisional Luwu di identifikasi spesial pada ruang ale bola/kale balla dan fungsinya masing-masing. Ruang depan (lontang risaliweng) yang di klasifikasikan dalam semi publik. Ruang tengah (lontang retengah) atau semi privat. Ruang belakang (lontang rilalleng)/tamping yang bisa di golongkan semi publik. Kamar (pattiroang)/privat. Dapur (dapureng) yaitu privat. Lego-lego (publik)       Berdasarkan kosmologo bentuk Rumah Adat Luwu tersusun dari tiga tingkatan yang berbentuk “segi empat”, Pandangan kosmogoni orang bugis ini dengan apa yang disebut konsep Sulapaq Eppaq Wola Suji (Segi Empat Belah Ketupat). Konsep Sulapaq Eppaq adalah filsafat tertinggi orang bugis yang menjadi seluruh wujud kebudayaan dan sosialnya. Wujud Konsep Sulapaq Eppaq juga dapat dilihat dalam bentuk manusia. Dibentuk dan dibangun mengikuti model kosmos menurut pandangan hidup mereka, anggapannya bahwa alam raya (makrokosmos) ini tersusun dari tiga tingkatan, yaitu alam atas atau “banua atas”, alam

MEWASPADAI GENERASI “IBNU MULJAM”

Ali bin ABi Thalib gugur sebagai syahid pada waktu subuh, tanggal 7 Ramadhan akibat tebasan pedang salah seorang anggota sekte  Khawarij yang bernama Abdurrahman bin Muljam Al Murodi. Uniknya sang pembunuh ini melakukan aksinya sambil berkata, “Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Tidak berhenti sampai di situ, saat melakukan aksi bejadnya ini Ibnu Muljam juga tidak berhenti mulutnya mengulang-ulang ayat 207 surat Al Baqarah yang artinya, “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” Tatkala khalifah Ali bin ABi Thalib akhirnya gugur, Ibnu Muljampun akhirnya dieksekusi mati dengan cara di qishas. Proses qishasnya pun bisa membuat kita tercengang. Karena saat tubuhnya telah diikat untuk di penggal kepalanya, ia masih sempat berpesan kepada Algojo yang mendapat tugas melakukan eksekusi, “Jangan penggal kepalaku sekaligus. Tapi, potonglah anggota tubuhku,

Negeri Para Dewa Di Tanah Bugis

Kata Luwu berasal dari kata bugis “Riulo” yang berarti diulur, kemudian dihamparkan dan ditaburi/dilengkapi dengan kekayaan alam yang melimpah-limpah dan menjadi satu daerah atau kerajaan pusaka ”ongko”. Luwu juga berarti suatu daerah yang sangat subur tanahnya dan mempunyai banyak kekayaan, baik yang berada diatas permukaan buminya maupun kekayaan alam yang ada didalam perut buminya. Luwu juga berarti “malu”, artinya keruh atau gelap. Dapat disaksikan, bahwa seluruh daerah kerajaan luwu sejak dari pantai sampai puncak gunung, kelihatan “gelap”, oleh karena tertutup dengan hutan rimba yang lebat yang berisi kekayaan alam yang tidak terkira-kira banyaknya (Moh. Sanusi, 1962;1-2). Luwu biasa juga disebut Ware’[1], Luwuq, tetapi pada dasarnya memiliki arti yang sama yaitu Luwu. Kerajaan Luwu merupakan kerajaan tertua di Sulawesi-Selatan, hal ini berdasarkan sumber tertulis tertua yang menyebutkan tentang Luwu yaitu dalam naskah yang dikenal dengan nama Sure’ Galigo. Berdasarkan hal