Langsung ke konten utama

Sejarah Singkat “Transformasi Ormas Menjadi Partai Politik dan Lahirnya PKI di Indonesia”


Transformasi Ormas Menjadi Orpol ;

Pasca dimapankannya tatanan ekonomi, sosial, politik dan budaya feodalisme menjadi kolonialisme, imprialisme dan kapitalisme di Hindia Belanda, “Negeri jajahan kolonial Belanda termasuk Indonesia”. Pengaruh revolusi Cina dibawah kepemimpinan Sun Yat Sen, dan kebangkitan kaum terpelajar Turki, serta percikan api revolusi Bolshevik di Rusia pada Oktober 1917 menginspirasi kaum terpelajar di negeri jajahan Hindia Belanda termasuk di Indonesia, untuk bangkit berjuang dan melakukan revolusi pembebasan nasional.

Organisasi masyarakat (Ormas) Boedi Oetomo (BU) yang berdiri sejak tahun 1908, pada Juli 1917 mentransformasikan diri menjadi organisasi politik (Orpol). Ormas BU berubah menjadi Partai Boedi Oetomo (PBU). Demikian pula dengan organisasi Syarikat Islam (SI) yang berdiri sejak tahun 1912, kemudian bertransformasi menjadi Orpol pada tahun 1921. Ormas SI berubah menjadi Partai Syarikat Islam (PSI). 

Meski di Hindia Belanda, khususnya di negeri Indonesia sejumlah Ormas mengalami kemajuan organisasi yang mentransformasikan diri menjadi Orpol pada masa itu terus berkembang secara dialektik dari tingkatan kwantitatif ke tingkatan kwalitatif namun rakyat yang hidup di negeri jajahan seperti di Hindia Belanda, terkhusus bangsa Indonesia pada waktu itu tidak bisa berharap banyak akan perubahan nasibnya, apa lagi menitipkan harapannya pada partai politik yang baru saja bermetamorfosis.

Sebab PBU dan PSI ternyata kemudian pada awal berdirinya mengambil sikap politik yang tidak berpihak pada rakyat untuk membebaskan rakyat secara nasional menjadi sebuah bangsa yang berdaulat tanpa penindasan dan penghisapan system kolonialisme, imprialisme, serta kapitalisme yang juga terus dimapankan oleh bangsa para penjajah. 

Hal itu dapat dilihat dari sikap politik PBU dan PSI yang kemudian berkooperasi dengan system kolonial Belanda melalui cara mengutus delegasinya masuk Parlemen Belanda, “Bangsa Penjajah Indonesia pada waktu itu”. Yang sejatinya kedua partai tersebut menjadi alat perjuangan dan sekolah politik bangsa Indonesia untuk melawan system kolonialis, imprialis dan kapitalis pada masa itu, untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Lahirnya PKI di Indonesia ; 

Dalam Kongres PSI di Yogyakarta pada tahun 1921 terjadi perpecahan dalam kubu PSI. Perpecahan PSI diawali dari perdebatan alot secara fundamental antara faksi yang memilih berkooperasi dengan Parlemen Belanda dan faksi progresif revolusioner yang beraliran idiologi komunis dengan sikap politik non kooperasi. Perdebatan secara esensial itu tidak dapat terselesaikan secara mufakat dalam Kongres tersebut.

Keadaan di dalam internal PSI semakin parah karena adanya perselisihan yang berkepanjangan antara para anggotanya,  terutama di Semarang dan Yogyakarta membuat  tokoh PSI sekaliber, Haji Agus Salim, mengambil langkah penegakan disiplin partai. Dengan melarang anggota PSI menggunakan gelar ganda di kancah perjuangan pergerakan rakyat Indonesia, “kader PSI tidak boleh menggunakan gelar organisasi lain selain PSI saat berjuang, meski mereka juga anggota atau kader organisasi lain”. 

Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggota yang beraliran komunis dalam tubuh PSI yang menolak sikap politik berkooperasi dengan mengutus delegasi PSI masuk ke Parlemen Belanda, kesal dan keluar dari PSI, serta membentuk ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging  atau Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda). 

Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH). Mantan Ketua Ormas Syarikat Islam (SI) asal Semarang yang bernama Semaoen, diangkat sebagai Ketua PKH dan PKH menjadi partai beraliran komunis pertama di Asia yang menjadi bagian dari Komunis Internasional. Ketika Kongres ke II Komunis Internasional dilaksanakan pada tahun 1920 sala satu tokoh pendiri ISDV berkebangsaan Belanda yang menjadi bahagian dari PKH, Henk Sneevliet, diutus menjadi perwakilan PKH dalam kongres itu. 

Dalam sebuah Kongres di Bandung pada Maret 1923 PKH sekali lagi bertransformasi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI menjadi partai yang pertama kali mencantumkan kata Indonesia menjadi nama dan identitasnya. Dalam sikap politiknya PKI secara tegas menolak berkooperasi dengan pemerintahan Hindia Belanda dan menolak untuk mengutus perwakilannya bergabung masuk Parlemen Belanda, hal inilah yang secara esensial sangat jauh berbeda dengan PSI dan PBU yang berkooperasi.

PKI mengemban dan mengembangkan suatu kebudayaan yang revolusioner serta mengumandangkan pengertian kebebasan. Cikal bakal PKI merupakan manifestasi kesadaran perlawanan rakyat terhadap kolonial Belanda pada waktu itu di jazirah Nusantara. 

Pada akhir tahun 1926 hingga Januari 1927 PKI terus menjalankan politik radikalnya sebagai partai yang non kooperasi memimpin, serta melakukan pemberontakan pertama kali secara besar-besaran di Indonesia dengan menolak penjajahan kolonial Belanda.

PKI Gagal dan Pecah ;

Karena selain belum cukup kuat sebagai partai yang baru saja berdiri, PKI dengan basis massa buruh-tani dan petani miskin, serta kaum papa lainnya, pada masa pemberontakan tahun 1926/1927 mengalami kegagalan. Penyebab kegagalan tersebut juga disebabkan ketidak kompakan kader-kader PKI dalam mengorganisir dan mengkonsolidasikan kekuatan-kekuatan potensial rakyat pada basis massa PKI. 

Kegagalan pemberontakan tersebut meski telah dirancang sekian lama, dan dibahas sejak di dalam perundingan rahasia aktivis PKI di Prambanan. Namun rencana itu mendapat penolakan secara tegas dari salah satu tokoh pendiri PKI yang bernama Tan Malaka, yang basis massanya cukup banyak terutama di Sumatra. 

Penolakan Tan Malaka terkait rencana pemberontakan PKI tersebut diabaikan oleh sejumah kader PKI, yang kemudian berbuntut pada pendirian Partai Rakyat Rakyat Indonesia (PARI) oleh Tan Malaka bersama sejumlah rekannya. Tan Malaka, kemudian di cap oleh kader-kader PKI sebagai pengikut Leon Trotsky yang juga sala satu tokoh sentral perjuangan revolusi Bolshevik di Rusia pada Oktober 1917. 
Meski PKI gagal dalam usaha perjuangan pembebasan rakyat secara nasional, akan tetapi pemberontakan itu cukup membuat pemerintah kolonialis Belanda sangat direpotkan, serta ketakutan terhadap aksi-aksi massa radikal dan progresif yang didalangi oleh PKI pada masa itu.

Ketidak mampuan PKI dalam mengkonsolidasikan secara baik dan menyeluruh kekuatan-kekuatan potensial rakyat seperti kaum buruh-tani, petani miskin  dan kaum tertindas lainnya pada masa pemberontakan itu, menyebabkan selain kekalahan melawan militer Pemerintah Hindia Belanda, juga berakibat ditangkap dan dipenjarakannya sekitar 13.000 pejuang rakyat yang diasingkan ke Boven Digul, sebuah Kamp tahanan politik di Papua. Dan pada tahun 1927 PKI dinyatakan sebagai partai terlarang oleh pemerintahan Hindia Belanda. 

Kendati demikaian kekalahan dan kegagalan pemberontakan PKI pada tahun 1926/1927 ternyata justru menginspirasi perjuangan rakyat Indonesia untuk semakin maju dan berkembang secara kwantitatif ketingkatan kwalitatif secara dialektik. 

Posisi PKI dalam memimpin perjuangan pembebasan nasional diambil alih oleh Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang berdiri sejak 4 Juli 1927 dibawah kepemimpinan Soekarno. PNI yang berwatak kerakyatan dan merupakan partai massa, juga bersikap non kooperasi dengan sistem kolonial ala Parlemen Belanda. 

Sisa-sisa simpatisan dan kader progresif revolusioner PKI kemudian bergabung dengan PNI. Menjadikan PNI sebagai alat perjuangan rakyat tertindas dalam melawan kolonialisme Belanda pada waktu itu.

Meski dukungan rakyat terhadap PNI saat itu semakin meluas, namun derasnya arus represif kolonial yang menumpas dan mengirim para aktivis PNI kepenjara, tak terkecuali Soekarno. Akhirnya pada tahun 1929 pimpinan PNI mengambil keputusan membubarkan diri. Namun aktivitas kaum revolusioner yang anti kolonialisme terus belanjut dengan gerakan bawah tanah (GBT).

Arti dan Lambang Komunis ;

Komunis adalah penganut paham komunisme, sedangkan komunisme adalah paham atau ideologi politik yang menganut ajaran Karl Marx dan Fredrich Engels, yang hendak menghapuskan milik perseorangan atas alat produksi dan menggantikannya dengan hak milik bersama yang dikontrol oleh Negara. 

Lambang palu dan sabit menjadi simbol dari komunis, sebenarnya tidak memiliki sejarah yang tidak ada hubungannya dengan komunisme. Simbol palu sebenarnya bermakna mewakili para buruh dan sabit mewakiti para petani. Simbol palu dan sabit yang menyilang muncul sebagai bentuk pengkomunikasian, serta bersatunya kaum buruh dan petani dalam revolusi Bolshevik pada Oktober 1917 di Rusia.

Revolusi para pekerja (buruh pabrik, buruh tani, petani miskin dan kaum marjinal lainnya) yang tergolong kalangan bawah tersebut mengundang perhatian dunia. Mereka yang menyepelekan kaum pekerja tidak mengira akan kekuatan dasyat yang dimiliki oleh persatuan kaum buruh dan petani. 

Hal inilah yang mendorong para komunis-sosialis, yang sebelumnya menggunakan bendera merah atau sering dikenal dengan tentara merah ala pasukan Republik Rakyat Tiongkok (RRT), memanfaatkan simbol pekerja tersebut sebagai lambang bendera partai komunis. 

Pada tahun 1922 penggunaan lambang palu dan sabit menyilang dengan latar belakang merah diresmikan menjadi bendera komunis di seluruh dunia oleh Komunis Internasional. Jadi bendera merah berlogo palu dan sabit menyilang tidak tepat disebut sebagai bendera PKI, akan tetapi lebih tepatnya jika disebut sebagai bendera komunis. (*****)

Penulis : William Marthom

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKS PAKKIO' BUNTING (PANTUN MENJEMPUT PENGANTIN MAKASSAR)

Iya dende ‘Iya dende Nia tojemmi anne battu Bunting kutayang Salloa kuminasai Nampako ri ujung bori’ Ri appa Pakrasangangku Ku’rappo cini Kutimbarangngi pangngai Kuassennunju lania Nakuitungko labattu Ku’ragi memang Berasa ri mangko kebo’ Nasadia lebba batta Rappo ripala’ limangku Kunnanro memang Leko’ ri talang bulaeng Kuntu intang maccayanu Nibelo-belo jamarro, makilo-kilo Massingarri dallekannu Labbiri’ nuparamata Jamarro moncong bulonu Bulaeng ti’no Ansuloi paccini’nu Lekukapeangko anne Sumanga’nu mabellayya Ku kiyo’ tongi Tubunnu sallo lampayya Baji kualleko anne Bunga-bunga tamalatea Latei bunga Tamalate cinikannu Sakuntu’ sanrapangtongko Bulang simombo’ I Raya Nasussung pale Natinriang wari-wari Wari-wari kapappassang Pale’ mannuntungi bangngi, nisailenu Tamalajju cinikannu Nacini’ ma’mole-mole Ma’mole-mole nikio’ Daeng Ni pakalompo Nikanro ana’ karaeng Kupattannangngangko anne Tope talakka ri aya’ Malakka tope Tamalakka’ko I kau

Rumpun Keluarga To Takku

Rumpun keluarga To Takku  berdasarkan "Lontara' Akkarungeng Bone" dan "Lontara' Bilang Gowa"  merupakan simpul atau perpaduan silsilah dari keturunan  La Ali Petta Cambang Timurung,   La Ali Petta Tompo' Arung Galung Arung Manciri', We Saloge' Arung Cenrana Dan La Summi Pa'bicara Arungpone ri Takku. Dari rumpun tersebut ditemukan benang merah, bahwa keempatnya merupakan turunan langsung dari La Patau Matanna Tikka Raja Bone ke-16 . La Patau Matanna Tikka diketahui memiliki sembilan belas orang istri dan dari empat orang istri beliau anak-turunan mereka kawin-mawin satu sama lain. Ada pun nama-nama istri La Patau yang kemudian cucu-cucu meraka kawin-mawin dan menjadi satu generasi di keluarga To Takku dan menyebar di Kota Watampone, Kec. Tellu SiattingE, Kec. Dua BoccoE, Kec. Cenrana, Kec. Amali, Kec. Ajang Ale' dan di Kota Makassar serta di tanah Jawa, Sumatera, Maluku, Papua, Kalimantan, Malaysia, Singapore bahkan di Jerman dan A

TO UGI (BUGIS), TO RIAJA (TORAJA), TOLUU’ (LUWU) HINGGA TURUNAN TOMANURUNG

By La Oddang Tosessungriu Bahwa kata “To” adalah berarti “orang” bagi segenap suku di Sulawesi Selatan. Jauh diujung selatan, yakni Selayar hingga Tanjung Bira, Ara sampai Kajang, penutur bahasa “konjo” tatkala menyebut “To”, maka itu berarti “orang”. Terkhusus pada keyakinan kepercayaan “patuntung” di Kajang, bahkan menyebut Tuhan YME sebagai “To RiyE’ A’ra’na” (Orang Yang Memiliki Kehendak). Demikian pula di Jeneponto, menyebut orang dengan sebutan yang sedikit lebih “tipis”, sehingga menyebut kawasannya sebagai “TUratEa” (orang-orang yang bermukim di ketinggian). Perjalanan kemudian tiba di Gowa, yakni bekas kerajaan terbesar suku Makassar. Tiada beda dengan orang TuratEa, mereka menyebut “Tu” pula bagi masyarakat manusia, satu-satunya species mahluk Allah yang memiliki kemampuan mencipta peradaban di dunia fana ini. Demikian pula dengan seluruh kerajaan penutur Bahasa Bugis, EnrEkang, Duri, Pattinjo hingga Toraja, semuanya menyebut “To” bagi yang dimaksudkannya sebagai