Langsung ke konten utama

Keturunan Rasulullah Muhammad SAW.

Keturunan Nabi Muhammad – Beliau Rasulullah dikaruniai 7 anak 3 laki-laki dan 4 prempuan, yaitu Qasim, Abdullah, Ibrahim, Zaenab, Ruqoiyah, ummu kultsum, dan Fathimah Azzahra. Setiap keturunan berasal dari ayahnya, namun khusus untuk Keturunan Sayyidatuna Fathimah bersambung kepada Rasulullah merekalah keturunan Nabi Muhammad, sebagaimana dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah bersabda: “setiap anak yg dilahirkan ibunya bernasab kepada ayahnya, kecuali anak-anak dari fathimah, akulah wali mereka, akulah nasab mereka dan akulah ayah mereka” (HR.Imam Ahmad)
Sayyidatuna Fathimah dikarunia 2 orang putra yaitu Sayyidina Hasan dan Saayidina Husein, dari kedua cucu Nabi ini lahir para anak cucuk Rasulullah yang hingga kini kita kenali dengan sebutan syarif, syarifah, Sayyid, dan Habib.
Keturunan dari Sayyidina Hasan, yaitu sering disebut dengan al-Hasni hanya ada sedikit saja di indonesia.
Keturunan dari Sayyidina Husein, Sayyidina Husein wafat di Karbala, beliau mempunyai enam orang anak laki-laki dan 3 wanita, yaitu Ali Akbar, Ali Awsat, Ali Ashghar, Abdullah, Muhammad, Jakfar, Zainab, Sakinah dan Fathimah. Putra Sayyidina Husein keseluruhannya wafat terkecuali Al Awsat atau yang biasa dikenal dengan Nama Imam Ali Zainal ‘Abidin, mempunyai putra bernama Muhammad Al-baqir, yang mempunyai Putra bernama Ja’far Ash-Shadiq yang menjadi Guru dari pada Imam Hanafi, yang kemudian Imam Hanafi ini memiliki murid Imam Maliki, lalu Imam Maliki memiliki murid Imam Syafi’i dan Imam Syafi’i bermuridkan Imam Ahmad bin Hanbal.
Al-Imam Ja’far Ash-Shodiq dilahirkan pada tahun 80 H riwayat lain menyebutkan 83 H, Meninggal di kota Madinah pada tahun 148 H dan dimakamkan di pekuburan Baqi. Keturunannya yaitu Ali Uraidi yang memiliki putra bernama Muhammad An-nagieb memiliki putra isa arumi dan memiliki putra ahmad al muhajir.
Ahmad bin Isa al-muhajir punya dua orang putra yaitu Ubaidillah dan Muhammad. Ubaidillah hijrah bersama ayahnya ke Hadramaut, Yaman dan mendapat tiga putra yaitu Alwi, Jadid dan Ismail (Bashriy). Keturunan mereka punah dalam sejarah, sedangkan keturunan Alwi tetap lestari. Mereka menamakan diri dengan nama sesepuhnya Alwi, yang kemudian dikenal masyarakat dengan sebutan kaum Sayyid Alawiyin.

Kepindahannya ke Hadramaut disebabkan karena kekuasaan diktator khalifah Bani Abbas yang secara turun-menurun terus memimpin umat Islam, mengakibatkan rasa ketidakpuasan di kalangan rakyat. Akibat dari kepemimpinan yang diktator, banyak kaum muslim berhijrah, menjauhkan diri dari pusat pemerintahan lalu hijrah dan menetap di Hadramaut, Yaman.
Penduduk Yaman khususnya Hadramaut yang mengaku penduduk asli dari qabilah Qahthan, yang awalnya bodoh dan sesat berubah menjadi mengenal ilmu dan berjalan di atas syariat Islam yang sebenarnya. Al-Imam al-Muhajir dan keturunannya berhasil menundukkan masyarakat Hadramaut yang memiliki faham khawarijme dengan akhlak dan pemahaman yang baik.
Para sayyid Alawiyin menyebarkan dakwah Islamnya di Asia Tenggara melalui dua jalan, pertama hijrah ke India kemudian pada tahap kedua dari India ke Asia Tenggara, atau langsung dari Hadramaut ke wilayah Asia Tenggara melalui pesisir India. Diantara yang hijrah ke India adalah syarif Abdullah bin Husein Bafaqih ke kota kanur dan menikahi anak menteri Abdul Wahab dan menjadi pembantunya sampai wafat. Lalu syarif Muhammad bin Abdullah Alaydrus yang terkenal di kota Surat dan Ahmadabad. Dia hijrah atas permintaan kakeknya syarif Syech bin Abdullah Al-Aydrus.
Begitu pula keluarga Abdul Malik( Syeikh Maulana Abdul Malik ) atau Syeikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik/Sunan Tandes ( 1404 M-808 H).guru/mursyid Akbar Thoriqoh Wali Songo.adalah keturunan ke 22 Nabi Muhammad Saw.yang diberi dengan gelar ‘Azhamat Khan’(Dinasti Champa).
Adapun penyebaran ajaran dan Thoriqoh tersebut di bagi di beberapa bagian daerah dan wilayah antara lain :
  1. Maulana Malik Ibrahim, sebagai Mursyid Thariqah al-Mu’tabarah al-Ahadiyyah, dari sanad sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan sekitarnya
  2. Sayyid Ahmad Faruqi Sirhindi, dari sanad Sayyidina ’Umar bin Khattab, untuk wilayah Turki, Afrika Selatan, Mesir dan sekitarnya,
  3. Sayyid Kahfi, dari sanad Sayyidina Utsman bin ’Affan, untuk wilayah Jawa Barat, Banten, Sumatera, Champa, dan Asia tenggara
  4. Sayyid Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Ja’far al-Bilali, dari sanad Imam ’Ali bin Abi Thalib, untuk wilayah Makkah, Madinah, Persia, Iraq, Pakistan, India, Yaman.

Dari keluarga inilah asal-muasal keturunan penyebar Islam di Indonesia khususnya di Jawa yang dikenal dengan sebutan Wali Songo. Kemudian dari India, mereka melanjutkan dakwahnya ke Indonesia, yaitu melalui daerah pesisir utara Sumatera yang sekarang dikenal dengan propinsi Aceh.
Menurut Profesor Dr. Hamka, sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan-keturunan Hasan dan Husain itu datang ke Indonesia, tanah air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu lalu kepulauan Indonesia dan Filipina. Memang harus diakui banyak jasa-jasa dari mereka dalam penyebaran Islam di seluruh Nusantara ini. Penyebar Islam dan pembangun kerajaan islam di Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang diperanakkan di Aceh. Syarif kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam di Mindanau dan Sulu. Sesudah pupus keturunan laki-laki dari Iskandar Muda Mahkota Alam, pernah bangsa Sayyid dari keluarga Jamalullail menjadi raja di Aceh. Negeri Pontianak pernah diperintah oleh bangsa Sayyid al-Gadri. Siak oleh keluarga dari bangsa Sayyid Bin Shahab. Perlis (Malaysia) didominasi dan dirajai oleh bangsa dari Sayyid Jamalullail. Yang Dipertuan Agung III Malaysia, Sayyid Putera adalah raja Perlis. Gubernur Serawak yang ketiga, Tuanku Haji Bujang ialah berasal dari keluarga Al-Aydrus.
Kedudukan para sayyid di negeri ini yang turun-temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri di mana mereka berdiam. Kebanyakan dari mereka menjadi ulama dan ada juga yang berdagang. Mereka datang dari Hadramaut dari keturunan Imam Isa al-Muhajir dan al-Faqih al-Muqaddam. Mereka datang kemari dari berbagai keluarga. Yang kita banyak kenal dari mereka ialah dari keluarga As-Segaf, Al-Kaff, Al-Athas, Bin Syekh Abubakar, Al-Habsyi, Bafaqih, Al-Aydrus, Al-Haddad, Bin Smith, Jamalullail, Assiry, Al-Aidid, Al-Jufri, Bin Syahab, Al-Qadri, Albar, Al-Mussawa, Gathmir, Bin Aqil, Al-Hadi, Al-Zahir, Basyaiban, Ba’abud, Bin Yahya dan lain-lain.
Orang-orang dari Arab khususnya Hadramaut mulai datang secara masal ke Nusantara pada tahun-tahun terakhir diabad 18, sedangkan kedatangan mereka di pantai Malabar jauh lebih awal. Pemberhentian mereka yang pertama adalah di Aceh. Dari sana mereka lebih memilih pergi ke Palembang dan Pontianak. Orang-orang Arab mulai banyak menetap di Jawa setelah tahun 1820 Masehi, dan qabilah-qabilah mereka baru tiba di bagian Timur Nusantara pada kisaran tahun 1870 Masehi. Pendudukan Singapura oleh Inggris pada tahun 1819 Masehi dan kemajuan besar dalam bidang perdagangan membuat kota itu menggantikan kedudukan Aceh sebagai perhentian pertama dan titik pusat imigrasi bangsa-bangsa Arab. Semenjak pembangunan pelayaran kapal uap di antara Singapura dan Arab, Aceh sudah menjadi tidak penting lagi..
Di pulau Jawa terdapat enam qabilah besar Arab, yaitu di Batavia yang sekarang dikenal dengan nama Jakarta, Cirebon, Pekalongan, Semarang, Tegal, dan Surabaya. Di Madura hanya ada satu yaitu di Sumenep. Qabilah Arab di Surabaya dianggap sebagai pusat qabilah di pulau Jawa bagian Timur. qabilah Arab lainnya yang cukup besar berada di Probolinggo, Lumajang, Pasuruan, Bangil, Besuki dan Banyuwangi. Qabilah Arab di Besuki mencakup pula orang Arab yang menetap di kota Panarukan dan Bondowoso.Qabilah-qabilah Arab Hadramaut khususnya Alawiyin yang berada lokasi pesisir tetap menggunakan nama-nama qabilah mereka, sedangkan Alawiyin yang tidak dapat pindah ke pesisir karena berbagai sebab, Mereka berganti nama dengan nama-nama Jawa, mereka banyak yang berasal dari keluarga Ba’bud, Basyaiban, Bin Yahya dan lainnya.
Thank to : Muhammad ilham maulana.
Jazakumullah khoiran katsirah..........¤

Sumber : Kitab Syamsud Dhahiroh, Kitab Aqidatul Awwam dan berbagai sumber lainnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKS PAKKIO' BUNTING (PANTUN MENJEMPUT PENGANTIN MAKASSAR)

Iya dende ‘Iya dende Nia tojemmi anne battu Bunting kutayang Salloa kuminasai Nampako ri ujung bori’ Ri appa Pakrasangangku Ku’rappo cini Kutimbarangngi pangngai Kuassennunju lania Nakuitungko labattu Ku’ragi memang Berasa ri mangko kebo’ Nasadia lebba batta Rappo ripala’ limangku Kunnanro memang Leko’ ri talang bulaeng Kuntu intang maccayanu Nibelo-belo jamarro, makilo-kilo Massingarri dallekannu Labbiri’ nuparamata Jamarro moncong bulonu Bulaeng ti’no Ansuloi paccini’nu Lekukapeangko anne Sumanga’nu mabellayya Ku kiyo’ tongi Tubunnu sallo lampayya Baji kualleko anne Bunga-bunga tamalatea Latei bunga Tamalate cinikannu Sakuntu’ sanrapangtongko Bulang simombo’ I Raya Nasussung pale Natinriang wari-wari Wari-wari kapappassang Pale’ mannuntungi bangngi, nisailenu Tamalajju cinikannu Nacini’ ma’mole-mole Ma’mole-mole nikio’ Daeng Ni pakalompo Nikanro ana’ karaeng Kupattannangngangko anne Tope talakka ri aya’ Malakka tope Tamalakka’ko I kau

Rumpun Keluarga To Takku

Rumpun keluarga To Takku  berdasarkan "Lontara' Akkarungeng Bone" dan "Lontara' Bilang Gowa"  merupakan simpul atau perpaduan silsilah dari keturunan  La Ali Petta Cambang Timurung,   La Ali Petta Tompo' Arung Galung Arung Manciri', We Saloge' Arung Cenrana Dan La Summi Pa'bicara Arungpone ri Takku. Dari rumpun tersebut ditemukan benang merah, bahwa keempatnya merupakan turunan langsung dari La Patau Matanna Tikka Raja Bone ke-16 . La Patau Matanna Tikka diketahui memiliki sembilan belas orang istri dan dari empat orang istri beliau anak-turunan mereka kawin-mawin satu sama lain. Ada pun nama-nama istri La Patau yang kemudian cucu-cucu meraka kawin-mawin dan menjadi satu generasi di keluarga To Takku dan menyebar di Kota Watampone, Kec. Tellu SiattingE, Kec. Dua BoccoE, Kec. Cenrana, Kec. Amali, Kec. Ajang Ale' dan di Kota Makassar serta di tanah Jawa, Sumatera, Maluku, Papua, Kalimantan, Malaysia, Singapore bahkan di Jerman dan A

TO UGI (BUGIS), TO RIAJA (TORAJA), TOLUU’ (LUWU) HINGGA TURUNAN TOMANURUNG

By La Oddang Tosessungriu Bahwa kata “To” adalah berarti “orang” bagi segenap suku di Sulawesi Selatan. Jauh diujung selatan, yakni Selayar hingga Tanjung Bira, Ara sampai Kajang, penutur bahasa “konjo” tatkala menyebut “To”, maka itu berarti “orang”. Terkhusus pada keyakinan kepercayaan “patuntung” di Kajang, bahkan menyebut Tuhan YME sebagai “To RiyE’ A’ra’na” (Orang Yang Memiliki Kehendak). Demikian pula di Jeneponto, menyebut orang dengan sebutan yang sedikit lebih “tipis”, sehingga menyebut kawasannya sebagai “TUratEa” (orang-orang yang bermukim di ketinggian). Perjalanan kemudian tiba di Gowa, yakni bekas kerajaan terbesar suku Makassar. Tiada beda dengan orang TuratEa, mereka menyebut “Tu” pula bagi masyarakat manusia, satu-satunya species mahluk Allah yang memiliki kemampuan mencipta peradaban di dunia fana ini. Demikian pula dengan seluruh kerajaan penutur Bahasa Bugis, EnrEkang, Duri, Pattinjo hingga Toraja, semuanya menyebut “To” bagi yang dimaksudkannya sebagai