Langsung ke konten utama

GUBERNUR CELEBES (SULAWESI) DARI MASA KE MASA

Gubernur CELEBES (SOELAwesi) dari Masa ke Masa

Pulau Sulawesi (Soelawesi) awalnya berada dalam satu wilayah administratif provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi. Seiring perubahan dan perkembangan zaman, Provinsi Sulawesi akhirnya “mekar” atau berkembang menjadi enam provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Sulawesi Barat, dan Provinsi Gorontalo.

Ketika masih berada di bawah satu wilayah administrasi, Provinsi Sulawesi yang ketika itu beribukota di Makassar, dipimpin oleh gubernur pertama Dr GSSJ Ratulangi.

Bentuk sistem pemerintahan provinsi ini merupakan perintis bagi perkembangan selanjutnya, hingga dapat melampaui masa-masa di saat Sulawesi berada dalam Negara Indonesia Timur (NIT) dan kemudian menjadi negara bagian dari negara federasi Republik Indonesia Serikat (RIS).

Saat RIS dibubarkan dan kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), status Sulawesi dipertegas kembali menjadi provinsi. Status Provinsi Sulawesi ini kemudian terus berlanjut sampai pada tahun 1960.
Gubernur Celebes masa pemerintahan Hindia Belanda.
Jauh sebelumnya, penjajah Belanda telah membentuk pemerintahan kolonial di wilayah pulau Sulawesi di bawah kendali Gouverneur van Celebes atau Gubernur Sulawesi.


Berikut daftar Gubernur Sulawesi (Gouverneur van Celebes) pada masa penjajahan hingga 1941, sesuai artikel yang dikutip dari 
Wikipedia.org.


(1) Cornelies Alexander Kroesen menjabat Gubernur Celebes hanya beberapa bulan saja ditahun 1904.terlahir dengan nama Cornelis Alexander Kroesen . lahir diatas kapal Vesuvius yang berangkat menuju tanah Hindia Belanda. pada 28 Agustus 1854. meninggal pada 17 Februari 1911. ia merupakan anak tertua dari pasangan Willem Egbert Kroesen & Maria Sara Tromp. C.A Kroesen menikah dengan Maria Helena van Heemskerck. (1872-1942). dari pernikahannya itu, menghasilkan 2 keturunan. puteri keduanya lahir di Makassar. kedua puterinya bernama Alexandra Augusta Jacoba & Frederika Mathilda Cornelia.






(2) Henri Nicolas Alfred Swart, Lahir di Cibitung, 12 Oktober 1863 dan meninggal di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus 1946.pernah menjabat Gubernur di Aceh serta menduduki jabatan wakil presiden Raad van Nederlands Indië.(dewan Hindia Belanda ). menjabat Gubernur Celebes pada tahun 1904 - 1908.Swart (menjabat gubernur pada 1904-1908)







(3) Alexander Johan Quarles de Quarles. lahir di Bergen op Zoom, 10 april 1855 meninggal di Amersfoort, 20 oktober 1914). menjabat Gubernur Celebes pada 1908 hingga 1910. selama masa pemerintahannya ia banyak meneliti vegetasi yang tumbuh di pegunungan di Sulawesi Tengah serta melakukan pendakian di gunung itu. demi menghormati jasa - jasanya pada pemberian nama sejumlah flora yang tumbuh di daerah itu, maka pegunungan di Sulawesi tengah di beri nama pegunungan Quarles.








(4) WJ Coenen (menjabat gubernur pada 1910-1913)
(5) Th AL Heijting (menjabat gubernur pada 1913-1915)
(6) AJL Couvreur (menjabat gubernur pada 1915-1927)
(7) LJJ Caron (menjabat gubernur pada 1927-1933)
(8) JLM Swaab (menjabat gubernur pada 1933-1936)
(9) CH ter Laag (menjabat gubernur pada 1936-1941)

Gubernur Sulawesi
Pada zaman pendudukan penjajah Jepang, pemerintahan di Sulawesi mengalami kekosongan. Tidak ada catatan resmi mengenai orang yang ditunjuk sebagai Gubernur Sulawesi oleh penjajah Jepang. Juga tidak ditemukan catatan lepas (bukan catatan resmi) mengenai Gubernur Sulawesi pada masa pendudukan penjajah Jepang, antara tahun 1942-1945.
Setelah Jepang takluk kepada pasukan sekutu di bawah komando Amerika Serikat pada Agustus 1945, Indonesia langsung memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Jepang takluk setelah tentara Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
Presiden Soekarno kemudian mengangkat sejumlah menteri, kepala daerah (gubernur), dan residen (setingkat walikota atau bupati), termasuk Dr Ratulangi (Dr. G.S.S.J. Ratoe Langie), sebagai Gubernur Sulawesi (Goebernoer Soelawesi).
Dalam perjalanan pemerintahan, Pemerintah Pusat kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1950, yang menjadi dasar hukum berdirinya Provinsi Administratif Sulawesi.
Berikut daftar Gubernur Sulawesi dari masa ke masa dimulai dari Sam Ratulangi hingga Andi Pangerang Pettarani. Keseluruhannya ada lima gubernur, ditambah satu pejabat sementara yang sekarang disebut karetaker gubernur.













SAM RATULANGI
Gubernur Sulawesi yang pertama adalah Sam Ratulangi. Pria bernama lengkap Dr Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi, lahir di Tondano, Sulawesi Utara, pada 5 November 1890, dan meninggal dunia di Jakarta, pada 30 Juni 1949. 
Pahlawan Nasional dengan filsafat hidupnya yang terkenal: "Si tou timou tumou tou" (manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia), menjabat Gubernur Sulawesi pada 1945 hingga 30 Juni 1949.
Sam Ratulangi meninggal di Jakarta dalam kedudukan sebagai tawanan musuh, tetapi dimakamkan di Tondano, tanah kelahirannya. Namanya diabadikan dalam nama bandar udara di Manado yaitu Bandara Sam Ratulangi, dan juga diabadikan dalam nama perguruan tinggi di Sulawesi Utara yaitu Universitas Sam Ratulangi.





BERNARD WILHELM LAPIAN
Gubernur Sulawesi yang kedua yang Bernard Wilhelm Lapian. Pria kelahiran Kawangkoan, Sulawesi Utara, pada 30 Juni 1892, meninggal dunia di Jakarta, pada 5 April 1977, dalam usia 84 tahun.
Pejuang nasionalis sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda, pendudukan Jepang, hingga zaman kemerdekaan, me
njabat Gubernur Sulawesi pada 17 Agustus 1950, hingga 1 Juli 1951.












RADEN SUDIRO
Gubernur Sulawesi yang ketiga yaitu Raden Sudiro. Pria kelahiran Yogyakarta, 24 April 1911, dan meninggal dunia pada 1992, hanya dua tahun menjabat Gubernur Sulawesi, yaitu pada 1 Juli 1951, hingga 9 November 1953.
Raden Sudiro hanya sekitar dua tahun menjabat Gubernur Sulawesi, karena pemerintah pusat mengangkatnya menjadi Walikota Jakarta (jabatan setara dengan gubernur pada saat itu) untuk periode 1953–1960.










ANDI BURHANUDDIN
Untuk mengisi kekosongan pemerintahan di Sulawesi, pemerintah pusat mengangkat Andi Burhanuddin sebagai pejabat sementara (Pelaksana Tugas) Gubernur Sulawesi pada 1953, sebelum mengangkat Lanto Daeng Pasewang sebagai gubernur tetap.
LANTO DAENG PASEWANG
Gubernur Sulawesi yang keempat adalah Lanto Daeng Pasewang. Pria asal jeneponto yang terlibat dalam berbagai gerakan perlawanan melawan penjajah untuk merebut kemerdekaan dan juga dalam memertahankan kemerdekaan Indonesia, menjabat gubernur pada 1953 hingga 1956.
Atas jasa-jasanya dan jabatan yang pernah diembannya sebagai Gubernur Sulawesi, nama Lanto Daeng Pasewang kemudian banyak diabadikan sebagai nama jalan di Sulawesi Selatan, dan juga diabadikan sebagai nama rumah sakit umum daerah di Jeneponto.

ANDI PANGERANG PETTA RANI
Gubernur Sulawesi yang kelima yaitu Andi Pangerang Petta Rani. Pria kelahiran Gowa, tahun 1903, dan meninggal dunia pada 1975, adalah anak dari Pahlawan Nasional Andi Mappanyukki yang pernah menjabat Raja Bone.
Andi Pangerang Petta Rani yang bersama Dr Sam Ratulangi dan Andi Sulthan Daeng Radja mewakili Sulawesi menghadiri Rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta pada 1945, menjabat Gubernur Sulawesi pada 1956 hingga 1960.










Thanks to Irsal Kasim.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKS PAKKIO' BUNTING (PANTUN MENJEMPUT PENGANTIN MAKASSAR)

Iya dende ‘Iya dende Nia tojemmi anne battu Bunting kutayang Salloa kuminasai Nampako ri ujung bori’ Ri appa Pakrasangangku Ku’rappo cini Kutimbarangngi pangngai Kuassennunju lania Nakuitungko labattu Ku’ragi memang Berasa ri mangko kebo’ Nasadia lebba batta Rappo ripala’ limangku Kunnanro memang Leko’ ri talang bulaeng Kuntu intang maccayanu Nibelo-belo jamarro, makilo-kilo Massingarri dallekannu Labbiri’ nuparamata Jamarro moncong bulonu Bulaeng ti’no Ansuloi paccini’nu Lekukapeangko anne Sumanga’nu mabellayya Ku kiyo’ tongi Tubunnu sallo lampayya Baji kualleko anne Bunga-bunga tamalatea Latei bunga Tamalate cinikannu Sakuntu’ sanrapangtongko Bulang simombo’ I Raya Nasussung pale Natinriang wari-wari Wari-wari kapappassang Pale’ mannuntungi bangngi, nisailenu Tamalajju cinikannu Nacini’ ma’mole-mole Ma’mole-mole nikio’ Daeng Ni pakalompo Nikanro ana’ karaeng Kupattannangngangko anne Tope talakka ri aya’ Malakka tope Tamalakka’ko I kau

Rumpun Keluarga To Takku

Rumpun keluarga To Takku  berdasarkan "Lontara' Akkarungeng Bone" dan "Lontara' Bilang Gowa"  merupakan simpul atau perpaduan silsilah dari keturunan  La Ali Petta Cambang Timurung,   La Ali Petta Tompo' Arung Galung Arung Manciri', We Saloge' Arung Cenrana Dan La Summi Pa'bicara Arungpone ri Takku. Dari rumpun tersebut ditemukan benang merah, bahwa keempatnya merupakan turunan langsung dari La Patau Matanna Tikka Raja Bone ke-16 . La Patau Matanna Tikka diketahui memiliki sembilan belas orang istri dan dari empat orang istri beliau anak-turunan mereka kawin-mawin satu sama lain. Ada pun nama-nama istri La Patau yang kemudian cucu-cucu meraka kawin-mawin dan menjadi satu generasi di keluarga To Takku dan menyebar di Kota Watampone, Kec. Tellu SiattingE, Kec. Dua BoccoE, Kec. Cenrana, Kec. Amali, Kec. Ajang Ale' dan di Kota Makassar serta di tanah Jawa, Sumatera, Maluku, Papua, Kalimantan, Malaysia, Singapore bahkan di Jerman dan A

TO UGI (BUGIS), TO RIAJA (TORAJA), TOLUU’ (LUWU) HINGGA TURUNAN TOMANURUNG

By La Oddang Tosessungriu Bahwa kata “To” adalah berarti “orang” bagi segenap suku di Sulawesi Selatan. Jauh diujung selatan, yakni Selayar hingga Tanjung Bira, Ara sampai Kajang, penutur bahasa “konjo” tatkala menyebut “To”, maka itu berarti “orang”. Terkhusus pada keyakinan kepercayaan “patuntung” di Kajang, bahkan menyebut Tuhan YME sebagai “To RiyE’ A’ra’na” (Orang Yang Memiliki Kehendak). Demikian pula di Jeneponto, menyebut orang dengan sebutan yang sedikit lebih “tipis”, sehingga menyebut kawasannya sebagai “TUratEa” (orang-orang yang bermukim di ketinggian). Perjalanan kemudian tiba di Gowa, yakni bekas kerajaan terbesar suku Makassar. Tiada beda dengan orang TuratEa, mereka menyebut “Tu” pula bagi masyarakat manusia, satu-satunya species mahluk Allah yang memiliki kemampuan mencipta peradaban di dunia fana ini. Demikian pula dengan seluruh kerajaan penutur Bahasa Bugis, EnrEkang, Duri, Pattinjo hingga Toraja, semuanya menyebut “To” bagi yang dimaksudkannya sebagai