Goa Mampu adalah gua terluas di Sulawesi Selatan, legenda gua Mampu ini jauhnya kira-kira ± 210 km dari kota Makassar dalam penambahan untuk stalagmites dan stalagtites terdapat susunan batu yang mirip dengan sosok manusia dan binatang, semuanya memiliki legenda yang nyata.
Gua yang terletak di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan ini, tidak hanya sekedar gua. Terlebih buat masyarakat di sekitar Gua Mampu, demikian nama gua ini. Gua Mampu, sarat dengan cerita legenda yang begitu dipercaya.
Gua Mampu yang luasnya sekitar 2000 meter persegi, terletak di Desa Cabbeng, Kecamatan Dua Boccoe, yang berjarak 35 kilometer dari Watampone, ibukota Kabupaten Bone.
Legenda Alleborenge Ri Mampu, yang berkembang seputar gua, diyakini secara turun-temurun, sebagai suatu kebenaran. Konon, di Gua Mampu ini pernah berdiri Kerajaan Mampu. Namun karena kutukan dewa, penghuni kerajaan ini, termasuk binatang dan benda-benda lainnya berubah menjadi batu.
Legenda Alleborenge Ri Mampu, yang berkembang seputar gua, diyakini secara turun-temurun, sebagai suatu kebenaran. Konon, di Gua Mampu ini pernah berdiri Kerajaan Mampu. Namun karena kutukan dewa, penghuni kerajaan ini, termasuk binatang dan benda-benda lainnya berubah menjadi batu.
Bongkahan batu yang mirip manusia, binatang, dan lainnya, memang banyak ditemui di dalam gua ini. Gambaran ini bak diorama kehidupan manusia di jaman dulu, di masa-masa Kerajaan Mampu.
Legenda yang berkembang tentang Gua Mampu ini, juga ditemui dalam lontar Bugis kuno, yang berkisah tentang perkampungan yang terkena kutukan sang dewata. Di dalam Gua Mampu, juga ditemui stalagtit dan stalagmit,yang menambah keindahan interiornya.
Gua yang terbentuk dari proses alam, selama ratusan tahun ini, belum seluruhnya berhasil ditelusuri. Bahkan belum separuhnya. Baru 700 dari 2000-an meter persegi yang berhasil dilihat.
Namun demikian, cerita legenda yang berkembang pada masyarakat tentang Gua Mampu, telah membuat gua ini dikunjungi banyak orang. Motivasinya macam-macam.ada yang sekedar melihat-lihat, ada pula yang mencari berkah,yang rela bermalam di dalam gua.
Para pengunjung,tidak bisa langsung begitu saja memasuki gua. Mereka harus melengkapi dirinya dengan alat penerangan. Sejumlah bocah kecil dengan obor bambu di tangan, telah siap mengantar pengunjung menelusuri gua.
Bocah-bocah ini selain menyewakan obor bambunya, juga mampu menjadi pemandu gua yang baik. Mereka paham cerita seputar gua,lengkap dengan bumbu-bumbunya.
Hari Minggu, dan hari besar keagamaan, menjadi hari-hari yang ditunggu anak-anak ini. Pada saat-saat itu pengunjungnya membludak, yang artinya mendatangkan rezeki lebih banyak buat mereka. Selama 2 jam mendampingi pengunjung gua, biasanya anak-anak kecil ini, mendapat tips lima ribu rupiah.
Sayangnya, obor bambu yang banyak dipakai ini, asapnya menyisakan arang hitam yang menempel di atap dan dinding gua. Sehingga kesan kotor, sulit dihindari.
Namun meski demikian, kawanan kalelawar yang bersarang di gua ini, masih setia mendiami Gua Mampu. Bahkan kehadirannya yang telah puluhan tahun ini, mewarnai Gua Mampu.
Legenda yang berkembang tentang Gua Mampu ini, juga ditemui dalam lontar Bugis kuno, yang berkisah tentang perkampungan yang terkena kutukan sang dewata. Di dalam Gua Mampu, juga ditemui stalagtit dan stalagmit,yang menambah keindahan interiornya.
Gua yang terbentuk dari proses alam, selama ratusan tahun ini, belum seluruhnya berhasil ditelusuri. Bahkan belum separuhnya. Baru 700 dari 2000-an meter persegi yang berhasil dilihat.
Namun demikian, cerita legenda yang berkembang pada masyarakat tentang Gua Mampu, telah membuat gua ini dikunjungi banyak orang. Motivasinya macam-macam.ada yang sekedar melihat-lihat, ada pula yang mencari berkah,yang rela bermalam di dalam gua.
Para pengunjung,tidak bisa langsung begitu saja memasuki gua. Mereka harus melengkapi dirinya dengan alat penerangan. Sejumlah bocah kecil dengan obor bambu di tangan, telah siap mengantar pengunjung menelusuri gua.
Bocah-bocah ini selain menyewakan obor bambunya, juga mampu menjadi pemandu gua yang baik. Mereka paham cerita seputar gua,lengkap dengan bumbu-bumbunya.
Hari Minggu, dan hari besar keagamaan, menjadi hari-hari yang ditunggu anak-anak ini. Pada saat-saat itu pengunjungnya membludak, yang artinya mendatangkan rezeki lebih banyak buat mereka. Selama 2 jam mendampingi pengunjung gua, biasanya anak-anak kecil ini, mendapat tips lima ribu rupiah.
Sayangnya, obor bambu yang banyak dipakai ini, asapnya menyisakan arang hitam yang menempel di atap dan dinding gua. Sehingga kesan kotor, sulit dihindari.
Namun meski demikian, kawanan kalelawar yang bersarang di gua ini, masih setia mendiami Gua Mampu. Bahkan kehadirannya yang telah puluhan tahun ini, mewarnai Gua Mampu.
Kesakralan Gua Mampu, masih terjaga hingga kini. Tinggal bagaimana masyarakat sekitar gua, menjaga cerita legenda yang menghiasi gua ini
Legenda
Konon, menurut legenda masyarakat, Gua Mampu adalah buah dari kutukan seorang raja di masa lalu. Gua yang memiliki tujuh tingkatan dengan luas 2.000 meter persegi ini diyakini awalnya adalah sebuah perkampungan. Sang raja marah dan mengutuk perkampungan itu menjadi batu berbentuk goa.
Begitulah kisah turun temurun di balik kawasan wisata Gua Mampu di Desa Cabbeng, Kecamatan Duaboccoe, sekitar 35 kilometer dari Kota Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Di musim liburan, Gua Mampu ramai dikunjungi wisatawan yang ingin melihat keindahan perut bumi.
Begitulah kisah turun temurun di balik kawasan wisata Gua Mampu di Desa Cabbeng, Kecamatan Duaboccoe, sekitar 35 kilometer dari Kota Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Di musim liburan, Gua Mampu ramai dikunjungi wisatawan yang ingin melihat keindahan perut bumi.
Kepala Desa Cabbeng, M. Yasin,S.Pd. menuturkan, sang raja termakan sumpahnya sendiri. Ceritanya, suatu hari alat tenun anak gadis raja terjatuh ke tanah. Alat tenun itu disebut "Walida". Raja berkata, siapapun yang bisa mengambilkan alat tenun itu makan akan dinikahkan dengan putrinya.
"Ternyata yang berhasil mengambil walida adalah anjing piaraan anak gadis raja itu. Raja tak bisa menarik sumpahnya. Ia marah dan mengutuk seluruh kampung menjadi batu," papar Yasin.
Mereka yang ingin memasuki gua, harus membawa obor sebagai alat penerangan. Di dalam gua gelap. Tidak ada lampu. Sejak di mulut gua para pengunjung disuguhi pemandangan stalagtit dan stalagnit. Beberapa stalagtit dan stalagnit tampak begitu besar menyerupai sosok manusia. Gelap dan sunyinya perut gua membawa kesan mistis. Ada dua kuburan kuno di dalam gua itu. Satu kuburan terletak di tengah gua, sedang satu lagi terletak di puncak di lantai ketujuh.
Ada banyak bebatuan berbentuk mirip makhluk hidup seperti kuda yang sedang berlari, buaya, tikus dan banyak lagi. Selain itu, di dalam goa ini juga ada batu yang berbentuk seperti perahu serta hamparan sawah. Aneka batu yang bertebaran di dalam gua mengesankan diorama sebuah perkampungan. Burung walet dan kelelawar tampak terbang dan diam di langit-langit gua.
Selain menjadi objek wisata, banyak juga warga yang datang ke gua itu untuk berziarah ke kedua kuburan kuno sambil bernazar. "Saya datang kesini mau bernazar supaya sukes di perantauan," ujar Syarif salah seorang pengunjung. Gua yang masih alami ini hingga kini masih dikelola secara mandiri oleh warga setempat.
"Ternyata yang berhasil mengambil walida adalah anjing piaraan anak gadis raja itu. Raja tak bisa menarik sumpahnya. Ia marah dan mengutuk seluruh kampung menjadi batu," papar Yasin.
Mereka yang ingin memasuki gua, harus membawa obor sebagai alat penerangan. Di dalam gua gelap. Tidak ada lampu. Sejak di mulut gua para pengunjung disuguhi pemandangan stalagtit dan stalagnit. Beberapa stalagtit dan stalagnit tampak begitu besar menyerupai sosok manusia. Gelap dan sunyinya perut gua membawa kesan mistis. Ada dua kuburan kuno di dalam gua itu. Satu kuburan terletak di tengah gua, sedang satu lagi terletak di puncak di lantai ketujuh.
Ada banyak bebatuan berbentuk mirip makhluk hidup seperti kuda yang sedang berlari, buaya, tikus dan banyak lagi. Selain itu, di dalam goa ini juga ada batu yang berbentuk seperti perahu serta hamparan sawah. Aneka batu yang bertebaran di dalam gua mengesankan diorama sebuah perkampungan. Burung walet dan kelelawar tampak terbang dan diam di langit-langit gua.
Selain menjadi objek wisata, banyak juga warga yang datang ke gua itu untuk berziarah ke kedua kuburan kuno sambil bernazar. "Saya datang kesini mau bernazar supaya sukes di perantauan," ujar Syarif salah seorang pengunjung. Gua yang masih alami ini hingga kini masih dikelola secara mandiri oleh warga setempat.
Komentar
Posting Komentar