Perlawanan Rakyat Bone terhadap Belanda pada tahun 1905 dikenal dengan nama RUMPA’NA BONE. Istilah RUMPA’NA BONE berasal dari pernyataan Raja Bone ke-31 La Pawawoi Karaeng Sigeri sendiri ketika menyaksikan secara langsung Petta Ponggawae (putranya sendiri) gugur diterjang peluru tentara Belanda. Hal ini diungkapkan dengan kalimat Bugis yang kental “ RUMPA’NI BONE” (Bobollah Bone). Maka dengan gugurnya Petta Ponggawae sebagai Panglima Kerajaan waktu itu, maka Lapawawoi Karaeng Sigeri beranggapan bahwa benteng pertahanan Kerajaan Bone telah bobol dan dikatakanlah “RUMPA’NI BONE". LA PAWAWOI KARAENG SIGERI, MATINROE RI BANDUNG, 1895-1905, menggantikan saudaranya We Fatimah Banri MatinroE ri Bolampare’na menjadi Mangkau’ di Bone. Waktu itu La Pawawoi Karaeng Sigeri sebenarnya sudah tua, tetapi karena memiliki hubungan baik dengan Kompeni Belanda, sehingga dirinya yang ditunjuk untuk menjadi Mangkau’ di Bone. Seperti pada tahun 1859 M. La Pawawoi Karaeng Sigeri membantu Kompeni B
Kehidupan Di Masa Lalu Penuh Dengan Warna. Tidak Selamanya Hidup Seseorang Dipenuhi Kebahagiaan. Susah dan Senang Datang Silih Berganti Menghampiri Hidup Dengan Penuh Teka-Teki. Tergantung Bagaimana Cara Kita Memaknai Hidup. Menjalani Hidup Adalah Guru Yang Mengajarkan Kita Ilmu Secara Otodidak