Langsung ke konten utama

Nabi Dzulkifli dan Siddartha Gautama Apakah Orang Yang Sama...???

Benarkah Buddha adalah Nabi Zulkifli Alaihissalam?
Apakah bukti Buddha adalah Nabi Zulkifli? 
Kalau kita simak dan pelajari riwayat hidup kedua-dua tokoh ini, maka ada kemungkinan hampir% mereka adalah orang yang sama.

1. Menurut Abu’l Kalam Azad (seorang Urdu scholar), Sang Buddha (Buddha Shakyamuni) yang dikenal sebagai guru suci bagi umat Buddha tidak lain adalah Nabi Zulkifli as, yg dalam Al-Quran disebut sebagai Nabi yg mempunyai tingkat kesabaran yang tinggi, dan sangat baik. Dalam bahasa Arab Zulkifli sendiri berarti “orang yg berasal dari Kifl”. Sedangkan Kifl itu sendiri, masih menurut Kalam Azad, merupakan nama Arab untuk Kapila (singkatan dari Kapilavastu).

2. Buddha Maitreya yang dikenal dalam agama Buddha sebagai “Buddha yang akan datang” menurut beberapa analisa tidak lain adalah Nabi Muhammad saw. Dalam kitab Chakkavatti Sinhnad Suttanta D. III, 76 bisa ditemui: “There will arise in the world a Buddha named Maitreya (the benevolent one) a holy one, a supreme one, an enlightened one, endowed with wisdom in conduct, auspicious, knowing the universe“.


SIAPAKAH NABI ZULKIFLI

Zulkifli bermaksud sanggup menjalankan amanah raja. Menurut cerita, raja di negeri itu sudah lanjut usia dan ingin mengundurkan diri daripada menjadi pemerintah, tetapi beliau tidak mempunyai anak.

Justeru, raja itu berkata di khalayak ramai:”Wahai rakyatku! Siapakah antara kamu yang sanggup berpuasa pada waktu siang dan beribadah pada waktu malam. Selain itu, sentiasa bersabar ketika menghadapi urusan, maka akan aku serahkan kerajaan ini kepadanya.”

Tiada seorang pun menyahut tawaran raja itu. Sekali lagi raja berkata:”Siapakah antara kamu yang sanggup berpuasa pada waktu siang dan beribadah pada malamnya serta sanggup bersabar?”

Sejurus itu, Basyar dengan suara yang lantang menyatakan kesanggupannya. Dengan keberanian dan kesanggupan Basyar melaksanakan amanah itu beliau diberi gelaran Zulkifli.

Baginda juga adalah nabi yang cukup sabar seperti firman Allah, bermaksud:
“Ismail, Idris dan Zulkifli adalah orang yang sabar dan Kami beri rahmat kepada semua karena mereka orang yang suka bersabar.”

SIAPAKAH SIDDHARTHA GAUTAMA

Pada akhir abad ketujuh S.M. (tahun 623 S.M.), lahirlah seorang yang bernama Siddhartha Gautama di bandar Kapilavastu/Kapilavathu (Kapil, lidah Arab menyebut Kafil @ Kafli). Siddhartha Gautama merupakan putera kepada Raja Suddhodana dan Permaisuri Maha Maya. Raja Suddhodana dari keturunan suku kaum Sakyas, dari keluarga kesastrian dan memerintah Sakyas berdekatan negeri Nepal. Manakala Permaisuri Maha Maya pula adalah puteri kepada Raja Anjana yang memerintah kaum Koliya di bandar Devadaha.

Sebelum kelahiran Buddha: Permaisuri bermimpi dibawa oleh 4 orang dewa ke sebuah gunung yang tinggi. Kemudian, permaisuri melihat seekor gajah putih yang cantik. Pada belalai gajah itu terdapat sekuntum bunga teratai. Gajah mengelilinginya 3 kali sebelum masuk ke dalam perut permaisuri.

MAKSUD ISTILAH BUDDHA

Dalam agama Buddha, perkataan Buddha bermaksud ‘seorang yang bijaksana’ atau ‘dia yang mendapat petunjuk’. Kadang kala istilah ini digunakan dengan maksud ‘nabi’. Gautama Buddha pernah menceritakan kedatangan seorang Antim Buddha. Perkataan Antim bermaksud ‘yang terakhir’ dan Antim Buddha bermaksud ‘nabi yang terakhir’ (Antim terakhir yang dimaksudkan ialah Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir). Pada saat kematian Gautama Buddha, beliau memberitahu perkara ini kepada pengikut setianya bernama Ananda.

Makna “Nabi” dalam bahasa Arab (berasal dari kata naba yang berarti “dari tempat yang tinggi”; karena itu orang ‘yang di tempat tinggi’ dapat melihat tempat yang jauh). Nabi dalam bahasa Arab sinonim dengan kata Buddha sebagaimana yang difahami oleh para penganut Buddha. Sinonimnya pengertian ini dapat diringkaskan sebagai “Seorang yang diberi petunjuk oleh Tuhan sehingga mendapat kebijaksanaan yang tinggi menggunung”.

RINGKASAN KISAH SIDDARTHA GAUTAMA

Ilustrasi Siddhartha GautamaKelahiran Bodhisatta (Bodhisattva, bakal Buddha atau bakal mencapai Pencerahan) pada tanggal 623 S.M. pada bulan purnama Vesak. Tidak lama setelah Bodhisatta dilahirkan, pada hari ke tujuh Permaisuri Maha Maya mangkat.

Pada hari kelahiran Bodhisatta telah disadari secara ghaib oleh seorang tua yang sedang bertapa di kaki gunung Himalaya yang bergelar Asita Bijaksana (nama asalnya Kala Devala). Asita bergegas ke istana pada keesokannya untuk melihat dan menilik putera Raja Suddhodana.

Asita mendapati terdapat 32 tanda utama dan 80 tanda kecil menunjukkan Bodhisatta bakal menjadi Manusia Agung dan Guru Agung kepada manusia dan dewa-dewa (i.e. Jin dan Malaikat, kelemahan umat Hindu dan Buddha ialah tidak dapat bedakan antara Jin dan Malaikat yang keduanya dipanggil DEWA-DEWA).

Asita menangis karena sedih tidak sempat mendengar ucapan dan pengajaran Buddha di masa akan datang, beliau kemudian berlutut tunduk hormat kepada bayi Bodhisatta.

Saat ingin meninggalkan istana, Asita berwasiat  kepada Suddhodana bahwa Bodhisatta hanya akan menjadi salah satu dari dua yang takdirkan olehnya, yaitu sekiranya ia tumbuh di dalam istana, maka dia akan menjadi Maharaja Agung. Namun  manakala kalau dia hidup di luar istana, maka dia akan menjadi Mahaguru Agung.

Upacara menamakan putera raja diadakan pada hari ke lima selepas Boddhisatta dilahirkan. Pada akhir upacara tersebut, 108 orang bijaksana memutuskan nama yang sesuai untuk putera raja yaitu SIDDHARTHA GAUTAMA yang bermakna ‘Cita-Cita Terkabul’.

Siddhartha kemudian tumbuh di istana dan belajar kepada seorang guru istana bernama Sirva Mitra. Beliau menjadi pelajar yang luar biasa pintar dan mahir dengan ilmu kemiliteran. Yang aneh pada siddartha ialah sifat yang sensitif dan rasa iba terhadap penganiayaan dan pentuksaan sehingga tidak ada seorang pun yang beliau lihat menganiaya binatang kecuali mencegahnya sedemikian rupa.

Malah beliau sangat bersedih melihat para petani berkerja keras membajak tanah dibawah terik matahari yang menyebabkannya berlari ke sebuah pohon (Tiin-Bodhi) dan duduk di sana secara bertafakur (samadhi) untuk membuang stress.

PERSAMAAN NABI ZULKIFLI DENGAN SIDDARTHA GAUTAMA

Kembali pada perbahasan, benarkah Buddha itu disebut dalam Al-Qur’an?
Sebenarnya tidak ada kata-kata “Buddha” dalam Al-Qur’an, namun menurut Dr. Alexander Berzin bahawa terdapat catatan para sejarawan dan peneliti yang mengaitkan beberapa ayat Al-Qur’an dengan Sang Buddha, yaitu pada maksud ayat;

“Demi (buah) Tin (fig) dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?”(At-Tin 95 : 1)

Beliau menjelaskan bahwa buah Zaitun melambangkan Jerusalem, Isa a.s. (Jesus, Kristian). Bukit Sinai melambangkan Musa a.s. dan Yahudi. Kota Mekah pula menunjukkan Islam dan Muhammad SAW. Manakala pohon Tin (fig) pula melambangkan apa?

Tin (fig) = Pohon Bodhi

Pohon Bodhi adalah tempat Buddha mencapai Pencerahan Sempurna. Al-Qasimi di dalam tafsirnya berpendapat bahawa sumpah Allah SWT dengan buah tin yang dimaksud ialah pohon Bodhi. Prof. Hamidullah juga berpendapat sama dengan al-Qasimi bahawa perumpamaan pohon (buah) tin (fig) di dalam Al-Qur’an ini menunjukkan Buddha itu sendiri, maka dari sinilah mengapa sebahagian ilmuan Islam meyakini bahawa Buddha telah diakui sebagai nabi di dalam agama Islam.

Adapun Abdul Qadir, seorang sejarawan abad ke-20 mengatakan dalam bukunya Buddha Yang Agung: Riwayat dan Ajarannya (Arab: Budha al-Akbar Hayatuh wa Falsaftuh), menjelaskan bahawa Buddha adalah nabi Dzul-Kifl, yang bererti “ia yang berasal dari Kifl”. Nabi Dhul-Kifl @ Zulkifli disebutkan 2 kali dalam Al-Qur’an:

“Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli (Dhul Kifl). Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar.” (Al-Anbiya’ 21: 85).

“Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa, dan Dzulkifli (Dhul Kifl). Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik.” (Shad 38 : 48).

KESIMPULAN

“Kifl” adalah terjemahan Arab dari Kapilavastu (Kapil), tempat kelahiran Bodhisattva (Buddha). Hal ini juga yang mungkin menyebabkan Mawlana Abul Azad seorang ahli teologi Muslim abad ke-20 turut menekankan bahawa Dzul-Kifl dalam Al-Qur’an boleh jadi adalah Buddha.

Dalam sejarah Islam, Nabi Zulkifli a.s. adalah termasuk nabi yang  mempunyai cerita yang paling sedikit dibicarakan/dikaji. Hal ini mungkin menjadi faktor bagi sebagian ulama’ menyamakan watak Dzul-Kifli dalam Al-Qur’an dengan Buddha yang secara kebetulan banyak persamaan sekiranya disuaikan.

Yang menarik perhatian saya ialah mengenai surah at-tin (the fig). Allah berfirman mengenai pohon/buah tin, pohon/buah zaitun, bukit sinai dan kota mekah. Mekah dikaitkan dgn Nabi Muhammad s.a.w., Bukit Sinai dengan Nabi Musa, zaitun dengan Nabi Isa a.s., dan siapa pula dikaitkan dengan buah atau pohon tin?

Dikatakan dalam sejarah bahawa Gautama Buddha duduk bawah pohok tin. Jika memakai istilah islam, dia dapat wahyu saat duduk bawah pohon tersebut. Dan jika memakai istilah Buddhist, dia dapat ilham saat duduk bawah pohon tersebut.
Bila Allah berfirman :“Wattiini wazaitun. watuurisinina wahazal baladil amin.”

Allah menyebut perihal Nabi-Nabi-Nya. Tiin (Nabi Zulkifli-Buddha), Zaitun (Nabi Isa a.s), Siniina- bukit Sinai (Nabi Musa) dan Baladil amin -Tanah yang aman dan selamat (Mekah)- Nabi Muhammad saw. maka ia termasuk dalam urutan nabiNya, hebatnya Al Qur’an sebagai kalimat Tuhan susunan sejarah riwayat Nabi-Nya.

Siddhartha Gautama Bukan Nabi Zulkifli


Beberapa waktu yang lalu saya sempat membaca artikel di beberapa blog yang mengatakan bahwa Siddhartha Gautama sebenarnya adalah Nabi Zulkifli a.s. dimana artikel tersebut banyak terinspirasi dari tulisan Abu’l Kalam Azad. Berikut adalah beberapa sumber dimana artikel tersebut saya temukan: klik disini.
Saya kurang begitu banyak tahu tentang ajaran Buddha, tapi setidaknya saya pernah belajar dan saya menemukan keanehan pada tulisan tersebut. Hal ini juga saya lakukan sebagai bentuk penghormatan saya kepada umat Buddha yang mungkin tersinggung ketika panutannya disamakan dengan junjungan umat agama lain.

Pembuktian Akan Ketidakpahaman Penulis

Penulis dari artikel nampaknya kurang memahami mengenai bagaimana ajaran Buddha terutama tentang perjalanan hidup dari Siddhartha itu sendiri.
Siddhartha Gautama merupakan putera kepada Raja Suddhodana dan Permaisuri Maha Maya. Raja Suddhodana dari keturunan suku kaum Sakyas, dari keluarga kesatrian dan memerintah Sakyas berdekatan negeri Nepal.
Dari tulisan ini bisa diketahui bahwa penulis telah salah memahami dan mengira bahwa Siddhartha adalah anak seorang raja dan permaisuri. Sebenarnya Siddhartha bukanlah anak seorang pemimpin kerajaan seperti banyak tulisan di Internet, namun hanyalah anak dari kepala suku yang terpilih, hanya saja memang gelar dari kepala suku tersebut adalah “raja” yang maknanya sangat berbeda dengan istilah raja dalam Bahasa Indonesia.
Beberapa daerah di India pada saat itu adalah kerajaan-kerajaan dan Sakya sendiri berada di bawah kekuasaan Raja Kosala yang berkuasa sampai ke daerah selatan.
Asita mendapati terdapat 32 tanda utama dan 80 tanda kecil menunjukkan Bodhisatta bakal menjadi Manusia Agung dan Guru Agung kepada manusia dan dewa-dewa (i.e. Jin dan Malaikat, kelemahan umat Hindu dan Buddha ialah tidak dapat bedakan antara jin dan malaikat yang keduanya dipanggil dewa-dewa).
Kalimat ini sedikit bernada frontal, saya pikir lebih baik menghargai konsep agama lain dan mengatakan bahwa itu benar-benar adalah konsep yang berbeda daripada mengatakan bahwa konsep agama lain sebenarnya sama namun disalahartikan, karena hal seperti itu kesannya sangat egois dan memaksakan diri.
Perlu diketahui bahwa konsep dewa sendiri dalam Hindu dan Buddha sedikit berbeda, dimana dalam Hindu dewa kedudukannya dianggap lebih tinggi dari manusia sedangkan dalam konsep Buddha menjadi manusia lebih mulia daripada menjadi dewa karena jalan untuk mencapai kebuddhaan dari manusia lebih mudah daripada dewa.

Bantahan Akan Persamaan Siddhartha dan Zulkifli

1. Nama Yang Berbeda

Sudah jelas bahwa dalam ajaran Islam nabi yang dimaksud bernama Basyar, yang kemudian dipanggil Zulkifli yang artinya sanggup, karena beliau sanggup menerima persyaratan dari raja sebelumnya untuk berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari.
Sedangkan dalam literatur Buddha maupun Hindu telah jelas nama dari Sang Buddha adalah Siddhartha, nama yang sangat jauh berbeda dengan Basyar atau Zulkifli, sehingga kemungkinan besar bukanlah orang yang sama. Bahkan setahu saya bahasa Sanskerta yang digunakan oleh Siddhartha tidak mengenal fonem “Z”

2. Hidup Pada Zaman Yang Berbeda

Berdasarkan berbagai sumber yang ada sebagian besar muslim sepakat bahwa Nabi Zulkifli hidup pada tahun 1500-1425 SM yang artinya beliau hidup lebih dulu dibandingkan dengan Siddhartha yang kebanyakan sumber-sumbernya mengatakan bahwa beliau hidup pada sekitar tahun 623 SM

3. Siddhartha Meninggalkan Pemerintahan, Nabi Zulkifli Menjadi Raja

Seperti yang sudah diketahui bahwa Siddhartha adalah anak kepala suku yang sebelumnya hidup mewah kemudian memilih untuk meninggalkan pemerintahan itu agar bisa menjadi tahu bagaimana cara mengakhiri penderitaan, sebaliknya Nabi Zulkifli justru sebelumnya adalah warga biasa yang kemudian dianggap menjadi Raja. Keduanya jelas mengalami perjalanan hidup yang berbeda bahkan bisa dibilang bertolak belakang.

4. Makna Buddha Tidak Sama Dengan Nabi

Pada artikel tersebut terdapat tulisan yang mengatakan bahwa nabi memiliki makna yang sama dengan buddha, berikut adalah kutipannya:
Makna “nabi” dalam bahasa Arab berasal dari kata naba yang berarti “dari tempat yang tinggi”; karena itu orang ‘yang di tempat tinggi’ dapat melihat tempat yang jauh. Nabi dalam bahasa Arab sinonim dengan kata Buddha sebagaimana yang dipahami oleh para penganut Buddha. Sinonimnya pengertian ini dapat diringkaskan sebagai “Seorang yang diberi petunjuk oleh Tuhan sehingga mendapat kebijaksanaan yang tinggi menggunung”.
Saya katakan tidak sama. Dalam ajaran Islam, nabi adalah istilah bagi mereka yang mendapatkan wahyu dari Allah untuk wajib disampaikan pada orang lain, sedangkan kata buddha lebih bermakna sebagai orang yang tercerahkan.
Perbedaan yang paling jelas antara nabi dan buddha adalah orang yang menjadi nabi dan rasul adalah atas kehendak Allah yang kodratnya telah ditentukan, sedangkan dalam ajaran Buddha siapa pun bisa menjadi seorang buddha, tidak terbatas dari kelahiran orang tersebut dan waktu dia hidup.
Dalam ajaran Buddha seorang penjahat sekalipun ketika dia telah tercerahkan maka dia bisa menjadi buddha sekalipun ia hidup di zaman modern seperti sekarang. Sedangkan dalam Islam terdapat 4 sifat yang mustahil dilakukan oleh seorang nabi (khizibkhianat,kitman, dan jahlun) sehingga seorang yang dulunya penjahat bisa dipastikan tidak mungkin seorang nabi atau rasul, dan jumlah nabi dalam Islam terbatas oleh waktu dimana Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir sehingga tidak mungkin ada nabi di zaman modern seperti saat ini.

5. Siddhartha Tidak Beribadah Pada Siapapun

Sang Buddha bukanlah orang yang bisa dikatakan sebagai penyembah tuhan. Jangankan menyembah tuhan, bahkan membicarakan tuhan pun beliau sangat jarang. Fokus utama ajaran Buddha adalah tentang bagaimana manusia mengakhiri penderitaan dan mencapai pencerahan melalui jalan Dhamma, dimana ajaran Dhamma ini bisa dibagi menjadi 3 pokok utama, yaitu perbanyak perbuatan baik, kurangi perbuatan jahat, dan mendamaikan diri sendiri melalui meditasi.
Pokok ajaran Buddha tidak berbicara tentang siapa tuhan, bagaimana sifat tuhan, apalagi bagaimana cara menyembahnya. Ajaran Buddha lebih condong ke arah filsafat dan humanisme. Sangat jauh berbeda dengan ajaran Islam yang mengutamakan tauhid dan penyembahan kepada Allah.
Ketika Siddhartha jarang berbicara mengenai tuhan, bagaimana mungkin dia melakukan apa yang dilakukan oleh Nabi Zulkifli yaitu ibadah di malam hari? Seperti apa ibadah yang dilakukan oleh Siddhartha? Jelas ini nampak sangat tidak masuk akal.

6. Kata “Tin” Bukan Bermakna Pohon Bodhi

Penulis dari artikel tersebut menggunakan cocoklogi dengan mengaitkan Surah At Thiin ayat 1-6, pendapat dari Dr. Alexander Berzin, dan imajinasinya sendiri. Untuk itu mari kita lihat terlebih dahulu isi ayat Quran yang dipakai sebagai acuan:
وَالتّينِ وَالزَّيتونِ وَطورِ سينينَ وَهٰذَا البَلَدِ الأَمينِ لَقَد خَلَقنَا الإِنسٰنَ فى أَحسَنِ تَقويمٍ ثُمَّ رَدَدنٰهُ أَسفَلَ سٰفِلينَ إِلَّا الَّذينَ ءامَنوا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُم أَجرٌ غَيرُ مَمنونٍ
Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
Dr. Alexander berpendapat bahwa buah Zaitun melambangkan Jerusalem, Isa a.s. (Jesus, Kristian), Bukit Sinai melambangkan Musa a.s. dan Yahudi dan Kota Mekah pula menunjukkan Islam dan Muhammad SAW. Penulis kemudian berimajinasi dengan mengatakan bahwa “tin” bermakna Pohon Bodhi. Masuk akal kah?
  • Kenapa Al-Qasimi dan Prof. Hamidullah bisa beranggapan bahwa pohon tin bisa disamakan dengan pohon bodhi, dari mana dapat logika seperti itu, sedangkan jelas-jelas kedua pohon tidak memiliki kemiripan yang berarti. Walaupun kedua tanaman berasal dari genus yang sama namun nampak jelas bahwa pohon tin (Ficus carica)dan Pohon Bodhi (Ficus religiosa Linn) memiliki ukuran, buah, dan bentuk daun yang berbeda.
    Perbandingan Pohon Tin dan Bodhi
  • Kenapa ketika Dr. Alexander menyebutkan tentang Musa, Isa, dan Muhammad, kemudian yang lain membayangkan Nabi Zulkifli? Kenapa tidak Ibrahim yang lebih populer? Jelas ini menunjukkan bagaimana penulis terlalu memaksakan cocokloginya.

7. Dhul-Kifli Bukan Bermakna “Berasal Dari Kapilavastu”

Seperti yang saya tulis sebelumnya bahwa Zulkifli bermakna “sanggup” bukan bermakna berasal dari Kifli, sekalipun demikian rasanya sangat jauh kata Kifli diartikan sebagai Kapilavastu, dan sekalipun Kifli memang bermakna Kapilavastu maka belum tentu hal tersebut merujuk pada Siddhartha.
Perlu dipertanyakan sejak kapan nama Kapilavastu tersebut eksis, apakah memang ada sejak zaman Siddhartha atau hanyalah sebuah distrik yang baru terbentuk, karena menurut literatur yang ada Siddhartha lahirnya di Taman Lumbini yang kemudian baru diperkirakan ada di antara distrik Kapilavastu (Nepal) dan Devadaha (India)

Kesimpulan

Kesimpulannya jelas, bahwa penulis terlalu memaksakan argumen dan menggunakan cocoklogi yang sangat lemah, dan mengabaikan faktor-faktor ketidakcocokan lain yang sangat kuat sehingga pendapat bahwa “Siddhartha Gautama adalah Nabi Zulkifli” tidak dapat dipercaya.


Wallhu 'alam.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKS PAKKIO' BUNTING (PANTUN MENJEMPUT PENGANTIN MAKASSAR)

Iya dende ‘Iya dende Nia tojemmi anne battu Bunting kutayang Salloa kuminasai Nampako ri ujung bori’ Ri appa Pakrasangangku Ku’rappo cini Kutimbarangngi pangngai Kuassennunju lania Nakuitungko labattu Ku’ragi memang Berasa ri mangko kebo’ Nasadia lebba batta Rappo ripala’ limangku Kunnanro memang Leko’ ri talang bulaeng Kuntu intang maccayanu Nibelo-belo jamarro, makilo-kilo Massingarri dallekannu Labbiri’ nuparamata Jamarro moncong bulonu Bulaeng ti’no Ansuloi paccini’nu Lekukapeangko anne Sumanga’nu mabellayya Ku kiyo’ tongi Tubunnu sallo lampayya Baji kualleko anne Bunga-bunga tamalatea Latei bunga Tamalate cinikannu Sakuntu’ sanrapangtongko Bulang simombo’ I Raya Nasussung pale Natinriang wari-wari Wari-wari kapappassang Pale’ mannuntungi bangngi, nisailenu Tamalajju cinikannu Nacini’ ma’mole-mole Ma’mole-mole nikio’ Daeng Ni pakalompo Nikanro ana’ karaeng Kupattannangngangko anne Tope talakka ri aya’ Malakka tope Tamalakka’ko I kau

TO UGI (BUGIS), TO RIAJA (TORAJA), TOLUU’ (LUWU) HINGGA TURUNAN TOMANURUNG

By La Oddang Tosessungriu Bahwa kata “To” adalah berarti “orang” bagi segenap suku di Sulawesi Selatan. Jauh diujung selatan, yakni Selayar hingga Tanjung Bira, Ara sampai Kajang, penutur bahasa “konjo” tatkala menyebut “To”, maka itu berarti “orang”. Terkhusus pada keyakinan kepercayaan “patuntung” di Kajang, bahkan menyebut Tuhan YME sebagai “To RiyE’ A’ra’na” (Orang Yang Memiliki Kehendak). Demikian pula di Jeneponto, menyebut orang dengan sebutan yang sedikit lebih “tipis”, sehingga menyebut kawasannya sebagai “TUratEa” (orang-orang yang bermukim di ketinggian). Perjalanan kemudian tiba di Gowa, yakni bekas kerajaan terbesar suku Makassar. Tiada beda dengan orang TuratEa, mereka menyebut “Tu” pula bagi masyarakat manusia, satu-satunya species mahluk Allah yang memiliki kemampuan mencipta peradaban di dunia fana ini. Demikian pula dengan seluruh kerajaan penutur Bahasa Bugis, EnrEkang, Duri, Pattinjo hingga Toraja, semuanya menyebut “To” bagi yang dimaksudkannya sebagai

Rumpun Keluarga To Takku

Rumpun keluarga To Takku  berdasarkan "Lontara' Akkarungeng Bone" dan "Lontara' Bilang Gowa"  merupakan simpul atau perpaduan silsilah dari keturunan  La Ali Petta Cambang Timurung,   La Ali Petta Tompo' Arung Galung Arung Manciri', We Saloge' Arung Cenrana Dan La Summi Pa'bicara Arungpone ri Takku. Dari rumpun tersebut ditemukan benang merah, bahwa keempatnya merupakan turunan langsung dari La Patau Matanna Tikka Raja Bone ke-16 . La Patau Matanna Tikka diketahui memiliki sembilan belas orang istri dan dari empat orang istri beliau anak-turunan mereka kawin-mawin satu sama lain. Ada pun nama-nama istri La Patau yang kemudian cucu-cucu meraka kawin-mawin dan menjadi satu generasi di keluarga To Takku dan menyebar di Kota Watampone, Kec. Tellu SiattingE, Kec. Dua BoccoE, Kec. Cenrana, Kec. Amali, Kec. Ajang Ale' dan di Kota Makassar serta di tanah Jawa, Sumatera, Maluku, Papua, Kalimantan, Malaysia, Singapore bahkan di Jerman dan A